Sudah Lunasi Unit, Tapi Tak Punya Sertifikat? Ini Jeritan Penghuni Apartemen Puncak Surabaya
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Ribuan penghuni Apartemen Puncak Kertajaya Permai mengeluhkan ketidakpastian status kepemilikan unit yang telah mereka lunasi sejak belasan tahun lalu. Pasalnya, hingga kini mereka belum juga menerima Akta Jual Beli (AJB), dokumen penting yang menjadi dasar untuk memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) Strata Title.
Kekecewaan ini memuncak saat sekitar 50 warga mendatangi gedung DPRD Kota Surabaya, Selasa (2/7/2025), untuk menyuarakan langsung keluhannya dalam agenda hearing bersama Komisi C. Selain masalah AJB, warga juga menyoroti berbagai kebijakan sepihak dari manajemen apartemen, mulai dari kenaikan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) hingga sistem parkir yang dinilai memberatkan dan tidak transparan.
Slamet Riyadi, salah satu penghuni yang sudah tinggal sejak 2010, menuturkan bahwa sejak membeli unit, dirinya dan ribuan pemilik lainnya hanya mengantongi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).
“Sudah 15 tahun kami menunggu AJB tapi tak kunjung diberikan. Padahal kami sudah melunasi unit. Tanpa AJB, kami tidak bisa mengurus SHM Strata Title ke BPN,” ujarnya di hadapan Komisi C.
Masalah tak berhenti di sana. Warga mengaku kerap menghadapi kebijakan sepihak dari pengelola, seperti kenaikan IPL tanpa musyawarah, potongan PPN 11% untuk layanan fasilitas, serta pembayaran parkir di muka untuk periode hingga setahun.
Bahkan, mereka juga dibebani Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) meski status legalitas masih dipegang pengembang. "Seharusnya PBB masih tanggung jawab pengembang karena AJB belum terbit. Ini sangat merugikan," tambah Slamet.
Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Eri Irawan, menyatakan persoalan ini bukan hanya terjadi di Apartemen Puncak Kertajaya Permai. Ada lima apartemen lain di bawah Grup Puncak yang mengalami kondisi serupa, yaitu Puncak Dharmahusada, Puncak Permai, Puncak Bukit Darmo Golf, dan Puncak CBD.
“Rata-rata warga hanya pegang PPJB, belum bisa mengurus sertifikat. Pertelaan baru diproses tahun ini, padahal sejak 2017 tidak ada progres,” kata Eri.
Komisi C pun memberikan ultimatum kepada pengembang untuk menyelesaikan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) bersyarat paling lambat 1 Agustus 2025. Selanjutnya, proses pertelaan dan akta pemisahan harus segera diselesaikan agar warga bisa mengurus sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sorotan lain juga tertuju pada sistem pengelolaan parkir. Warga diminta membayar di muka, namun data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menunjukkan setoran pajak parkir dari apartemen tersebut hanya sekitar Rp3,7 juta per bulan.
“Kapasitas kendaraan bisa 500 unit. Kalau hanya setor Rp3 jutaan, jelas ada kejanggalan. Kami minta Bapenda audit. Kalau perlu, jaksa dilibatkan untuk telusuri potensi kerugian negara,” tegas Eri.
Melihat kompleksitas masalah yang mencakup banyak warga dan pengembang besar, Komisi C berencana membawa persoalan ini ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Jakarta.
“Minggu depan kami akan menyampaikan langsung ke Kementerian PUPR. Ini bukan kasus kecil. Ini menyangkut hak kepemilikan ribuan warga Surabaya,” pungkas Eri.
Sementara itu, pihak manajemen apartemen yang hadir dalam hearing menolak memberikan komentar kepada awak media usai rapat.
Editor : Arif Ardliyanto