Tanpa E-Ticketing, Penumpang Kapal Berisiko Kehilangan Hak Asuransi, Ini Penjelasan Ahli
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Di tengah upaya modernisasi layanan pelabuhan, satu fakta penting patut menjadi perhatian publik, penumpang kapal laut yang tidak terdaftar dalam sistem manifest digital berisiko kehilangan hak asuransi jika terjadi kecelakaan.
Peringatan ini disampaikan oleh Nicholas Anggada, CEO dan Co-Founder Mitra Kasih Perkasa (MKP), sebuah perusahaan teknologi nasional yang bergerak di bidang digitalisasi pelayaran.
“Jangan anggap remeh. Tanpa e-ticketing yang terverifikasi, nama penumpang bisa saja tidak tercatat resmi. Kalau terjadi insiden seperti pada KMP Tunu, bagaimana asuransi bisa diklaim?” ujarnya, Senin (14/7/2025).
Menurut Nicholas, beberapa pelabuhan di Kepulauan Riau seperti Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Domestik Punggur, dan Sekupang Batam, sudah mengadopsi sistem e-ticketing resmi yang mendukung keterlacakan data penumpang secara real-time.
Sistem ini bukan sekadar inovasi, tapi bagian dari regulasi. MKP sendiri telah mendapatkan pengesahan dari Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (SE DJPL) No. 33 Tahun 2023, yang memverifikasi keabsahan sistem mereka dalam mendukung tata kelola transportasi laut yang transparan dan akuntabel.
Dengan prinsip One Man – One Ticket – One Seat, sistem buatan MKP memastikan bahwa setiap penumpang memiliki identitas tiket yang sah dan terekam langsung dalam sistem manifest nasional. Proses ini dimulai dari pembelian tiket secara online, penggunaan mesin self-kiosk di pelabuhan, hingga pencatatan akhir ke sistem nasional.
“Selama ini masih banyak penumpang naik kapal hanya bermodalkan tiket fisik tanpa nama atau identitas jelas. Jika ada musibah, siapa yang bertanggung jawab?” ungkap seorang operator kapal yang kini menggunakan sistem MKP.
Fakta penting lainnya: asuransi perjalanan laut hanya dapat diklaim jika nama penumpang tercantum resmi dalam manifest digital. Tanpa sistem ini, tak hanya keselamatan yang dipertaruhkan, tapi juga hak hukum penumpang dalam kondisi darurat.
Dengan sistem ini, operator pelayaran juga bisa melakukan pengecekan kursi, transaksi, dan laporan keuangan secara langsung melalui dashboard digital. Transparansi ini menjadi bagian penting dari ekosistem pelabuhan yang modern dan bebas manipulasi.
Nicholas menegaskan bahwa digitalisasi pelabuhan tidak bisa berjalan sendiri, melainkan butuh kolaborasi antara pemerintah, operator pelabuhan, aplikator teknologi, dan masyarakat.
“Gunakan sistem e-ticketing yang sudah diverifikasi. Ini bukan sekadar urusan teknologi, tapi soal tanggung jawab atas keselamatan penumpang dan transparansi bisnis pelayaran. Jangan tunggu tragedi terulang,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto