Kasus Campak di Pamekasan Melonjak, Ini Penyebab yang Ditemukan
PAMEKASAN, iNewsSurabaya.id – Kabupaten Pamekasan kini menghadapi lonjakan kasus campak yang cukup mengkhawatirkan. Rendahnya cakupan imunisasi campak-rubella disebut sebagai faktor utama meningkatnya jumlah pasien, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
Bupati Pamekasan, Dr KH Kholilurrahman SH MSi, menegaskan bahwa masalah kesehatan seperti campak tidak bisa ditangani hanya oleh sektor medis. Menurutnya, dampak penyakit menular bisa merembet ke sektor lain, mulai dari pendidikan hingga perekonomian masyarakat.
“Pencegahan campak bukan hanya tugas tenaga kesehatan, tetapi seluruh perangkat daerah harus bergerak bersama. Kalau tidak, pembangunan di sektor lain ikut terganggu,” kata Kholilurrahman dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kasus Campak di Pendopo Kabupaten, Kamis (11/9/2025).
Ia menyebut, hingga September 2025 terdapat lima balita meninggal dunia akibat campak. Karena itu, pemerintah daerah sudah mengeluarkan surat edaran kewaspadaan serta meminta seluruh pihak meningkatkan edukasi masyarakat tentang pentingnya imunisasi dan pola hidup sehat.
Data Dinas Kesehatan Pamekasan mencatat, hingga 10 September 2025 terdapat 520 kasus suspek campak, dengan 177 di antaranya positif berdasarkan hasil laboratorium. Dari jumlah itu, 83 pasien masih menjalani perawatan intensif.
Kepala Dinkes Pamekasan, dr Saifudin, menyampaikan mayoritas pasien adalah anak-anak yang belum pernah mendapat imunisasi. “Sebanyak 74 persen kasus campak di Pamekasan terjadi pada anak tanpa riwayat imunisasi,” ujarnya.
Sebaran kasus meliputi 13 kecamatan. Tiga wilayah dengan jumlah suspek tertinggi adalah Proppo (79 kasus), Tlanakan (57 kasus), dan Pademawu (56 kasus).
Meski beberapa kecamatan seperti Batu Marmar, Pakong, dan Pademawu mencatat cakupan imunisasi di atas 60 persen, secara keseluruhan capaian baru mencapai 57,14 persen. Angka ini masih jauh dari target minimal 90 persen.
Untuk memutus rantai penularan, pemerintah daerah bersama UNICEF dan Kementerian Kesehatan akan menggelar imunisasi tambahan campak-rubella pada 15–27 September 2025. Program ini menyasar lebih dari 58 ribu anak usia 9 bulan hingga di bawah 7 tahun.
Selain imunisasi massal, langkah lain yang ditempuh adalah surveilans aktif, deteksi dini, serta edukasi kesehatan di masyarakat. Pemantauan kasus dilakukan berjenjang mulai dari puskesmas, rumah sakit, hingga laporan warga.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Jatim, Drg Sulvy Angraeni M.Kes, menilai upaya surveilans aktif di Pamekasan patut diapresiasi. “Dengan pemantauan terus-menerus, kasus bisa terdeteksi lebih cepat sehingga penanganannya lebih efektif,” ujarnya.
Namun ia juga menyoroti faktor gizi buruk yang memperburuk kondisi pasien. Dari lima kasus kematian, empat di antaranya belum pernah diimunisasi, sementara satu bayi meninggal karena belum cukup umur untuk menerima vaksin.
Perwakilan UNICEF Indonesia, Dr Armunanto, MPH, menegaskan penanganan kasus campak tidak bisa hanya mengandalkan Dinas Kesehatan. Menurutnya, lintas sektor perlu turun tangan agar kasus tidak semakin meluas.
“Pandemi Covid-19 sempat mengganggu layanan imunisasi. Kini kita menghadapi dampaknya dengan meningkatnya kasus campak di berbagai daerah, termasuk Madura,” jelasnya.
Armunanto menambahkan, UNICEF bersama pemerintah daerah berkomitmen mendukung penuh upaya imunisasi tambahan serta edukasi masyarakat. “Anak-anak yang sehat tidak boleh jatuh sakit, apalagi sampai meninggal hanya karena penyakit yang bisa dicegah,” tegasnya.
Editor : Arif Ardliyanto