get app
inews
Aa Text
Read Next : Kampus Merah Putih Ukir Sejarah Baru, Mampu Ciptakan Rekor Komik AI Patriotisme Terbanyak

Mengenal Wajah Gelap AI: Deepfake dan Krisis Kepercayaan Publik

Jum'at, 31 Oktober 2025 | 14:56 WIB
header img
Fenomena deepfake menghadirkan ancaman besar terhadap keamanan, privasi, dan reputasi individu maupun lembaga. Foto: Pinterest

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini telah menjadi bagian dari kehidupan manusia modern. AI memungkinkan mesin atau sistem komputer meniru kemampuan manusia, mulai dari berpikir, menganalisis pola, memprediksi hasil, hingga mengambil keputusan dan berkomunikasi secara mandiri. Teknologi ini menawarkan kemudahan luar biasa, namun di sisi lain juga menghadirkan ancaman serius jika tidak diimbangi dengan kebijakan dan pengawasan yang tepat.

AI berpotensi menggantikan banyak pekerjaan manusia dalam skala besar, yang dapat menyebabkan pengangguran dan memperlebar kesenjangan sosial. Selain itu, kecerdasan buatan juga berperan dalam pengumpulan serta analisis data pribadi tanpa pengawasan ketat. Salah satu bentuk penyalahgunaan yang paling meresahkan adalah kemunculan fenomena deepfake, teknologi yang menggunakan AI untuk memanipulasi video dan audio hingga tampak nyata.

Fenomena deepfake menghadirkan ancaman besar terhadap keamanan, privasi, dan reputasi individu maupun lembaga. Video atau suara palsu yang dibuat dengan teknologi ini dapat menyesatkan publik, menimbulkan kebingungan, dan bahkan merusak kepercayaan terhadap informasi digital. Dalam konteks politik, deepfake dapat digunakan untuk menyebarkan fitnah, menghasut perpecahan, atau mencemarkan nama baik tokoh publik.

Lebih berbahaya lagi, deepfake juga digunakan dalam kejahatan finansial dan eksploitasi seksual non-konsensual. Penipu dapat membuat video palsu pejabat atau eksekutif yang tampak memberikan instruksi transfer dana, sehingga menyebabkan kerugian besar. Sementara itu, video manipulatif yang menyerupai wajah seseorang sering digunakan dalam konten pornografi palsu tanpa izin, merusak reputasi dan psikologis korban.

Privasi pribadi pun semakin terancam karena data wajah dan suara dapat disalahgunakan dengan mudah. Meski teknologi deteksi deepfake terus dikembangkan, penyebarannya jauh lebih cepat daripada upaya pencegahannya. Akibatnya, masyarakat semakin sulit membedakan antara informasi yang benar dan yang dimanipulasi, yang pada akhirnya mengikis kepercayaan terhadap media digital.

Ancaman deepfake bahkan lebih serius bagi kelompok lanjut usia (lansia) yang memiliki tingkat literasi digital rendah. Banyak dari mereka tidak mampu mengenali manipulasi digital, apalagi ketika konten disertai narasi emosional atau bernuansa keagamaan. Lansia kerap mempercayai video palsu tanpa keraguan dan menjadi korban penipuan atau manipulasi. Platform seperti WhatsApp sering kali menjadi jalur utama penyebaran deepfake di kalangan mereka, memperbesar risiko disinformasi dan konflik sosial.

Fenomena ini menunjukkan pentingnya peningkatan literasi digital, terutama bagi kalangan rentan seperti lansia. Keluarga, komunitas, dan pemerintah harus berperan aktif memberikan edukasi dan perlindungan agar masyarakat mampu mengenali dan menolak manipulasi digital. Selain itu, regulasi yang ketat terhadap penggunaan dan distribusi deepfake perlu ditegakkan untuk melindungi privasi serta menjaga integritas ruang digital Indonesia.

Teknologi AI dan deepfake memang tak dapat dihentikan. Namun, dengan kesadaran, literasi digital, dan kebijakan yang bijak, kita dapat memastikan teknologi berkembang tanpa mengorbankan nilai kemanusiaan dan kepercayaan publik.

Penulis: Raya Atina Royyani

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut