Obat Kanker Lokal Resmi Diproduksi di Jatim, RS Tak Lagi Bergantung Impor, Ada Harapan Bagi Pasien
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Harapan baru bagi pasien kanker di Jawa Timur hingga kawasan Indonesia Timur kini semakin nyata. Untuk pertama kalinya, obat pendukung deteksi dini kanker hasil produksi dalam negeri resmi diproduksi di Jawa Timur dan telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka tersebut dioperasikan oleh PT Global Onkolab Farma (GOF), anak usaha PT Kalbe Farma Tbk. Berlokasi di Sidoarjo, fasilitas ini memproduksi Fluorodeoxyglucose (FDG), radiofarmaka penting yang digunakan dalam pemeriksaan Positron Emission Tomography–Computed Tomography (PET/CT-Scan) untuk mendeteksi kanker sejak tahap awal.
Peresmian operasional fasilitas tersebut menjadi momentum penting bagi dunia kesehatan nasional. Acara ini dihadiri langsung Kepala BPOM Taruna Ikrar, Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Jeffry Ardiyanto, Deputi Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir Bapeten Haendra Subekti, serta jajaran direksi Kalbe Farma.

Direktur PT Kalbe Farma Tbk, Mulia Lie, menegaskan bahwa kehadiran fasilitas ini bukan sekadar ekspansi bisnis, melainkan bagian dari upaya nyata memperluas akses layanan kanker yang selama ini masih terbatas.
“Bagi pasien kanker, waktu adalah hal yang sangat berharga. Dengan adanya fasilitas produksi radiofarmaka di Sidoarjo, kami ingin memastikan rumah sakit di Jawa Timur, Bali hingga Sulawesi bisa mendapatkan FDG dengan lebih cepat dan biaya yang lebih terjangkau,” ujar Mulia Lie.
Ia mengungkapkan, Kalbe saat ini telah memiliki dua fasilitas produksi radiofarmaka, masing-masing di Jakarta dan Sidoarjo. Keberadaan fasilitas di Jawa Timur dinilai strategis untuk memangkas distribusi, sekaligus meningkatkan layanan deteksi dini kanker di kawasan timur Indonesia.
Mulia Lie juga mengapresiasi dukungan berbagai pemangku kepentingan yang mempercepat proses perizinan tanpa mengabaikan aspek keselamatan. Sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari BPOM, misalnya, berhasil diterbitkan hanya dalam 33 hari kerja, sementara Nomor Izin Edar (NIE) keluar dalam waktu lima hari. Izin operasional dari Bapeten pun diperoleh dalam 45 hari kerja.
“Percepatan ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antara industri dan regulator dapat menghasilkan dampak besar bagi masyarakat,” katanya.
Editor : Arif Ardliyanto