Menengok Kondisi Tempat Perlindungan Anak Di Bawah Umur Milik Kota Surabaya

SURABAYA, iNews.id - Surabaya memiliki tempat khusus untuk perlindungan anak atau Shelter khusus remaja di bawah 18 tahun. Mereka merupakan anak-anak yang bermasalah dan trauma kekerasan seksual ataupun Anak berhubungan dengan hukum (ABH).
Tempat tersebut bukanlah penjara melainkan lokasi untuk membina dan membimbing mereka serta memberi kenyamanan dan kasih sayang layaknya seperti orang tua. Tercatat ada dua shelter anak, yakni khusus laki-laki dan perempuan yang berada di kawasan Gayungsari, Surabaya.
Tercatat, ada 7 anak dengan kepala plontos yang berada di lokasi pembinaan anak. Mereka sedang menunggu proses hukum yang sedang diproses. Di tempat Shelter khusus anak laki-laki ini, penghuninya adalah anak dibawah umur yang sedang terjerat kasus hukum. Dikarenakan masih berumur 18 tahun kebawah, shelter ini jadi tempat penampungan mereka sementara.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A PPKB) Kota Surabaya, Tomi Ardiyanto. Tomi mengatakan bahwa Shelter untuk memisah anak di bawah umur yang terjerat kasus tindak pidana dengan tahanan yang dewasa. "Agar tindak pidana ini tidak disatukan dengan tahanan lain yang sudah dewasa," ujar Tomi.
Tomi menjelaskan, kasus mereka bermacam-macam, ada yang melakukan pengeroyokan, pelecehan seksual, hingga pencurian seperti curanmor. Kebanyakan dari mereka melakukan kasus hukum yang sama.
Tomi menjelaskan, ABH yang tinggal di shelter milik Pemkot Surabaya ini adalah anak-anak yang sedang menunggu kepastian hukum atas perbuatanya. "Jadi, mekanismenya adalah, anak-anak ditangkap oleh pihak kepolisian, lalu di BAP. Sembari menunggu sidang lanjutan. Mereka dititipkan disini," kata Tomi.
Dari periode Januari-Maret 2022, Tomi menyampaikan, sudah ada 10 anak yang berstatus ABH, di Shelter inilah mereka sementara ditampung untuk menunggu kepastian hukum atas perbuatannya.
Koordinator Shelter khusus anak laki-laki, Agus Adi mengungkapkan, ABH yang ditempatkan disini ini bertujuan agar tidak terkontaminasi dengan narapidana dewasa. "Kalau di Polres itu kan tidak ada penjara khusus anak. Sehingga untuk meminimalisir adanya pengaruh buruk dari narapidana dewasa, mereka ditempatkan disini," jelas Agus.
Setelah mengunjungi shalter anak laki-laki, tim selalu.id lanjut mengunjungi Shalter anak perempuan. Di Shelter ini berbeda jauh dengan shelter anak laki-laki. Shelter anak perempuan rata-rata mereka yang merupakan korban kekerasan atau pelecehan seksual.
Di rumah Shelter tersebut mereka juga memiliki hewan peliharaan, yakni 4 ekor anak kucing. Tak hanya itu, mereka juga melakukan kegiatan seperti memasak bareng, belajar kerajinan, bahkan berolahraga bela diri, yaitu Karate.
Koordinator Shelter anak perempuan, Sulika, mengungkapkan, untuk menghilangkan rasa trauma mereka. Pihaknya memberikan kegiatan-kegiatan tersebut. "Kita juga sedih, biasanya psikolog mereka datang kesini," ungkap Sulika.
Sulika menyampaikan, anak-anak tersebut masih sekolah pada umumnya. Sulika menyebut, mereka rata-rata masih SMP, hanya satu diantara mereka yang paling tua yakni L (18) juga paling lama tinggal di shelter selama 7 tahun, yang kini telah duduk di bangku kelas 1 SMA. Sedangkan yang paling muda L (12) masih duduk di Kelas 6 Sekolah Dasar.
"Kalau sekolah mereka sudah selesai, mereka diperbolehkan keluar, tetapi tergantung jika mereka sudah siap. Bahkan pernah ada yang kuliah itu selesai," terang Sulika.
Sementara itu, Ketua DP3A PPKB, Tomi Ardiyanto, menambahkan di Shalter ini adalah anak-anak yang dititipkan karena korban kekerasan atau pelecehan seksual.
Anak-anak tersebut juga yang awalnya mendapat pendampingan dari Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). "Jadi tim outward satgas PPA melakukan pendampingan segala macam, kan anak ini masih trauma karena lingkungan mereka tak mendukung. Sehingga kita melakukan pembinaan kepada mereka," ujar Tomi.
Tomi menyebut, di tempat shelter ini, pihaknya melakukan pendekatan secara keagamaan maupun rasa kasih sayang kepada mereka. Sehingga pihaknya merasakan aman. Lebih lanjut Tomi juga menyampaikan, tidak ada batasan mereka kapan harus pulang kembali ke keluarganya. "Kalau mereka sudah siap dan keluarganya pun siap, mereka boleh pulang," jelasnya.
Tomi menambahkan, batasan tinggal di shelter tersebut adalah usia anak dibawah 18 tahun. Sehingga, di usia remaja mereka dipersilahkan untuk pulang. "Mereka juga sekolah pada umumnya, tetapi pihak shelter yang antar jemput mereka sekolah," terangnya.
Editor : Arif Ardliyanto