SURABAYA, iNews.id - Kasus dugaan penyekapan karyawan PT Meratus Line dengan tersangka Direktur Utama (Dirut) perusahaan, dikabarkan bakal dihentikan oleh polisi dengan dasar perdamaian dihadapan notaris. Hal itu pun, dianggap sebagai preseden buruk untuk penerapan hukum di Indonesia.
Sebelumnya, dari informasi yang dihimpun menyebutkan, perkara dugaan penyekapan karyawan PT Meratus Line dengan tersangka, SR, Dirut perusahaan, bakal dihentikan polisi.
Salah satu dasar yang dipakai untuk menghentikan kasus itu adalah adanya perdamaian dihadapan notaris dan pencabutan laporan oleh MM, istri dari korban penyekapan sekaligus pelapor kasus tersebut.
Dikonfirmasi terkait dengan hal ini, Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya AKP Arief Ryzki Wicaksana tidak memberikan jawaban secara tegas. Ia hanya menyatakan, bahwa saat ini perkara tersebut belum ada penghentian perkara.
"Belum. Belum ada itu pencabutan," ujarnya pada wartawan.
Sayangnya, saat dikonfirmasi sudah sejauh mana perkembangan kasus yang sudah menetapkan SR, Dirut PT Meratus Line ini sebagai tersangka? Ia kembali hanya memberi jawaban singkat. Namun, ia memastikan jika pihaknya masih terus mendalami perkara tersebut.
"Nanti kita dalami, yang pasti belum ada itu pencabutan," katanya.
Sementara itu, Corp Comm PT Meratus Line Purnama Aditya dikonfirmasi terkait dengan hal ini, mengaku belum dapat memberikan banyak komentar soal perkara ini. Ia beralasan, masih menunggu hasil dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Kami belum bisa berkomentar Pak mengenai itu, kita bersama sama tunggu gelar perkara di (Polres) KP3 njih," ungkapnya.
Meski demikian, ia menyebut jika dirinya telah mendengar adanya pencabutan laporan dari pihak pelapor.
Ia pun menjelaskan, jika pihaknya telah menyerahkan bukti baru yang membantah adanya penyekapan seperti yang dilaporkan selama ini.
"Tapi dengar-dengar memang ada pencabutan dari pihak (pelapor) MM. Karena kami telah menyerahkan bukti baru yang kuat bahwa tidak ada penyekapan yang terjadi. Tapi lagi lagi mas, lebih baik menunggu gelar perkaranya saja," katanya.
Sementara itu, Peter Jeremiah Setiawan, pakar sekaligus Dosen Hukum Acara Pidana Fakultas Hukum Ubaya menjelaskan, jika memang benar ada penghentian perkara pidana umum dengan menggunakan perjanjian damai di depan notaris, maka itu dianggapnya sebagai preseden buruk untuk penerapan hukum di Indonesia.
"Ini jadi preseden buruk untuk penerapan hukum. Aturan hukum ini tidak dijalankan secara konsekuen, aturannya seperti apa kok dalam penerapannya seperti ini. Ini kan berarti ada kekeliruan dalam penerapan yang kemudian dinormalkan melalui preseden itu dan kemudian di teruskan, menjadi sesuatu yang dianggap tidak melanggar atau keliru. Apalagi ini bukan delik aduan," tandasnya.
Ia menjelaskan, secara normatif tidak ada alasan penghentian perkara meski ada perdamaian. Ia pun menjelaskan, secara normatif bisa muncul penghentian perkara kalau ada diversi dengan pelaku adalah anak-anak.
"Secara normatif tidak ada alasan penghentian perkara kalau ada perdamaian. Secara normatif bisa muncul (penghentian perkara) kalau ada diversi dengan pelaku anak. Diversi adalah bentuk lain dari mediasi berupa kesepakatan perdamaian antara korban dengan pelaku. Ada undang-undang yang mengatur diversi seperti itu," tegasnya.
Dikonfirmasi soal akta notaris dipakai untuk menghentikan perkara? "Itu yang saya bilang sejak awal secara aturan hukum tidak ada seperti itu. Tapi mungkin polisi melihat itu sebagai kebiasaan. Tidak ada alasan seperti itu dalam ketentuan undang-undang. SP3 harus ada alasan yang ditentukan oleh UU," ujarnya.
Ia pun menegaskan, bahwa akta perdamaian didepan notaris, hanya dapat dipakai di pengadilan. Itu pun, secara subyektif akan dipakai atau tidak oleh hakim untuk meringankan hukuman tanpa menghilangkan tindak pidananya.
"Akta perdamaian di pengadilan, dampaknya hanya untuk pertimbangan keringanan hukum berdasarkan subjektifnya. Tindak pidana itu tidak akan hilang kecuali tidak ditemukan bukti ttg tindak pidana itu. Sama seperti kayak pencurian, orangnya berdamai barangnya dikembalikan kan tetep pencuriannya tetap tindak pidana," jelasnya.
Sebelumnya, dikabarkan bahwa ada pencabutan perkara dugaan penyekapan yang dilakukan oleh PT Meratus Line terhadap karyawannya. Pencabutan perkara itu dilakukan oleh MM, sang pelapor. Pencabutan laporan itu sendiri dikabarkan akibat adanya tekanan psikis yang diterima oleh pelapor.
Saat meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pelapor selama ini kerap menerima tekanan psikis dari orang-orang yang mengatasnamakan diri suruhan dari perusahaan PT Meratus Line.
Kuasa hukum pelapor, MM, Fuad Abdullah saat itu pun membenarkan telah mengajukan permohonan perlindungan pada LPSK sejak 10 Agustus 2022 lalu.
“Benar, ibu MM, istri dari pak ES telah mengajukan permohonan perlindungan pada LPSK,” katanya, Rabu (17/8).
Ia menyatakan, ada beberapa alasan mengapa MM mengajukan perlindungan pada LPSK. Diantaranya adalah, sejak melakukan pelaporan secara pidana terhadap Dirut PT Meratus Line, MM mengaku sering mendapatkan intimidasi atau pun teror dari orang-orang yang tidak dikenal maupun orang yang mengaku dari perusahaan PT Meratus Line.
Teror tersebut, cukup mengintimidasi ia dan keluarganya, lantaran mereka kerap menyinggahi rumah maupun kos-kos an yang dimiliki keluarganya. Kondisi tersebut, kerap kali membuatnya menjadi tidak nyaman dan serba ketakutan.
“Dari keterangan ibu MM, ada orang-orang yang datang ke rumahnya, berteriak-teriak di depan rumah bahkan ada juga yang masuk dan memfoto-foto. Bahkan ada yang mengaku berasal dari PT Meratus Line dan mendatangi pengacaranya waktu itu, menekan agar laporannya ke polisi dicabut. Jika tidak mereka (PT Meratus) akan memenjarakan ibu MM,” pungkasnya menirukan.
Akibat teror-teror tersebut, ia kini mengaku kerap berpindah-pindah tempat untuk menghindari orang-orang yang mengintimidasinya. Dari satu rumah kontrakan menuju ke rumah kontrakan yang lainnya.
Ia menambahkan, ancaman ini dianggap ibu MM tidak main-main. Sebab, sang suami yang awalnya menjadi korban penyekapan oleh perusahaan tempatnya bekerja, kini harus meringkuk di Polda Jatim karena dilaporkan oleh PT Meratus Line dengan laporan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, serta pencucian uang sesuai dengan laporan polisi nomor LP/B/75.01/II/2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 9 Februari 2022.
“Jadi, dua hari setelah ibu MM ini melaporkan Dirut perusahaan, PT Meratus Line lalu melaporkan suaminya ke Polda Jatim dengan pidana penipuan, penggelapan dan pencucian uang. Yang bersangkutan bahkan sudah dijebloskan ke penjara lebih dulu,” tegasnya.
Diketahui, Direktur Utama (Dirut) PT Meratus Line, berinisial SR ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyekapan ES yang tak lain adalah karyawan dari perusahaan pelayaran tersebut.
Penetapan SR sebagai tersangka terungkap dalam surat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan nomor B/622/SP2HP.4/VIII/RES.1.24/2022/RESKRIM yang dikeluarkan oleh Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Surat tersebut, ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP Arief Ryzki Wicaksana
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait