SURABAYA, iNews.id - Kisah menarik selalu tersaji dalam kehidupan Gus Dur. Kala itu, terjadi ketegangan antara Gus Dur dan Presiden Soeharto pada Muktamar ke-29 NU tahun 1994 di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya.
Gus Dur sedang tidak disukai oleh Presiden Soeharto karena kerap melontarkan kritik dan menentang rezim otoriternya.
Mengutip nu.or.id berdasarkan buku “Gus Dur Menertawakan NU” (2010), kala itu etika Muktamar dibuka, Gus Dur tak boleh duduk mendampingi Pak Harto. Gus Dur disingkirkan ke deretan kursi paling belakang bersama Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI) kala itu. Tokoh-tokoh yang mendampingi Pak Harto hanya KH Ilyas Ruchiyat dan Rozy Munir.
Tak hanya itu saja, setelah acara pembukaan selesai dan Pak Harto istirahat di Aula STAI Cipasung diiringi Kiai Ilyas Ruchiyat, Gus Dur tidak boleh masuk, melainkan berdiri saja di halaman.
Sontak saja para wartawan langsung mengerubungi Gus Dur sambil bertanya, “Gus, enggak boleh dekat-dekat presiden ya?”
“Ah, enggak masalah,” jawab Gus Dur cuek.
“Enggak masalah gimana, Gus?” tanya wartawan menimpali.
Gus Dur menjawab, “Daripada mikirin ingin dekat-dekat presiden, lebih baik jadi presiden sekalian nanti,” ucapnya mantap.
Selorohan Gus Dur menjadi kenyataan, lima tahun kemudian yaitu pada 1999, secara demokratis, Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait