JAKARTA, iNews.id - Geliat literasi membaca di negeri ini semakin terasa riaknya. Hal ini terlihat dari keterlibatan beragam elemen untuk turut memberikan kontribusi nyata dalam upaya meningkatkan daya literasi generasi muda, terutama anak-anak usia sekolah dan pra-sekolah.
Adalah hal yang patut dirayakan ketika semua pihak mengarah pada tujuan yang sama, meningkatkan kemampuan literasi masyarakat melalui caranya masing-masing.
Komunitas-komunitas pegiat literasi berperan menggerakan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan berbasis akar rumputnya. Pemerintah aktif mengupayakan regulasi, sarana dan prasarana, kampanye melalui Gerakan Literasi Nasional, serta pengintegrasian pengajaran literasi kritis melalui kurikulum Merdekanya.
Penulis serta penerbit menjadi ujung tombak penyedia bahan bacaan yang tak hanya layak baca, tapi juga memantik diskusi dan obrolan berkelanjutan para pembacanya.
CEO Clavis Indonesia & Penerbit BIG, Winda Ariani Susilo menuturkan, adalah sebuah kebanggaan bagi penulis buku manapun ketika mengetahui bahwa karyanya dibacakan dalam sebuah event besar berskala nasional yang dihadiri tak hanya para penikmat buku anak, tapi juga didukung oleh lembaga pemerintah dan pemangku kebijakan.
"Nama penulis bisa jadi semakin dikenal. Selain itu, penerbit pun tentu patut merasakan kehormatan ketika buku terbitannya dipergunakan dalam kegiatan pengembangan literasi seperti ini, terutama pada kegiatan yang cukup populer saat ini yaitu membaca nyaring atau read aloud," tuturnya.
Tak hanya karena alasan exposure semata, Winda mengungkapkan, bahwa dipilihnya buku-buku terbitan suatu penerbit ini menunjukkan bahwa karya tersebut diminati oleh pembaca dan layak ditampilkan karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya—ada nilai edukasi di sana.
Dari segi sisi sosial, kata dia, penerbit bisa dikatakan turut membantu memberikan paparan buku berkualitas kepada hadirin.
"Dalam skala yang lebih luas, ini artinya buku terbitannya membantu menambah khazanah sastra anak di negeri ini," ucapnya.
Namun ternyata, disadari atau tidak, euforia bertumbuhnya kegiatan-kegiatan literasi masyarakat ini sering kali dicederai oleh kelalaian yang menyebabkan pelanggaran terhadap undang-undang hak cipta yang menyebabkan kerugian terselubung bagi para pemegang hak cipta atas karya-karya yang digunakan.
Menurut Winda, kelalaian ini bisa disebabkan oleh ketidakpedulian pencipta dan pemegang hak cipta, maupun kurangnya pemahaman masyarakat terhadap undang-undang hak cipta ini.
"Menduplikasi dan menampilkan keseluruhan isi buku, lalu menampilkan dan merekamnya secara live online streaming, untuk kemudian diunggah pada media sosial adalah salah satu bentuk pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian terselubung bagi pencipta dan pemegang hak cipta," tegasnya.
Sementara itu, Undang-undang Hak Cipta No 28 tahun 2014 jelas mengatur bahwa “penggunaan atau pendistribusian suatu karya cipta baik itu sebagian maupun keseluruhan haruslah seizin dari pemegang hak cipta, yaitu penulis dan penerbit.
Dalam hal ini, melalui kontrak yang ditandatanganinya, penulis mengalihkan kuasa hak eksklusif dan hak ekonominya ini kepada penerbit.
"Artinya, jika suatu karya dipergunakan dalam kegiatan membaca nyaring, baik itu oleh perseorangan maupun lembaga, lantas penulis memberikan izin pribadinya, maka ada pemegang hak cipta lain yang izinnya tak boleh diabaikan penerbit selaku pemegang kuasa hak cipta," kata Winda.
Selain itu, jika merujuk pada undang-undang Hak Cipta pasal 51, maka penyebarluasan isi karya melalui bentuk pengumuman, pendistribusian, maupun komunikasi atas ciptaan wajib memberikan imbalan kepada pemegang hak cipta.
Mungkin bagi sebagian besar masyarakat, kata ‘imbalan’ ini lantas secara negatif diasosiasikan dengan jargon profit-oriented (mencari keuntungan semata).
Tambahan pula, kegiatan berbau edukatif semacam ini sering kali diromantisasi dengan kata ikhlas, gratis, dan sukarela, sehingga ketika ada pihak yang menuntut hak, maka hal tersebut dianggap tabu dan tak pantas.
Padahal, lanjut Winda, undang-undang jelas mengatur dan menjamin bahwa imbalan ini merupakan sebuah hak yang dipayungi hukum. Selain bentuk apresiasi bagi penulis dan segenap tim kreatif belakang layar hal ini juga berhubungan dengan keberlangsungan operasional penerbit agar dapat terus menjadi rumah bagi para penulisnya untuk menerbitkan karya-karya berkualitas.
"Beberapa waktu lalu, sebuah buku cerita terbitan kami dibacakan secara nyaring di atas panggung di depan umum, berlatar belakang sebuah monitor yang memamerkan isi buku yang telah direkam secara elektronik (scan) dari awal hingga akhir," ungkap Winda.
Tak hanya berhenti di situ, acara pun disiarkan secara langsung (live) dan rekaman diunggah ke dalam media sosial oleh penyelenggara pada tanggal 30 September 2022 yang lalu.
"Tentunya kejadian seperti ini membuat penulis, ilustrator, dan penerbit berhak merasa keberatan dan kecewa. Kejadian ini bukanlah kejadian yang pertama kali di mana karya penerbit diumumkan sepenuhnya di media sosial tanpa izin," imbuhnya.
Namun, saat menyuarakan keberatannya, beberapa sambutan bukanlah mendukung perjuangan mereka dalam menegakkan hak cipta, malah dikatakan tidak mendukung kegiatan literasi.
Winda menjelaskan, arti literasi yang sesungguhnya tidak hanya berarti bisa membaca dan menulis. Menjadi orang yang paham literasi juga berarti menjadi orang yang memiliki pengetahuan luas termasuk tentang peraturan dan perundang-undangan, menghargai dan menghormati karya orang lain.
Untuk itu, penerbit memiliki harapan agar semua pihak berhati-hati dalam membuat konten yang mereview sebuah buku.
"Berbagai upaya akan terus kami lakukan secara konsisten dan berkesinambungan dengan berbagai pihak agar proses edukasi dalam menghormati hak cipta orang lain dapat mencapai tujuannya. Sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat dan menjadikannya bagian dari budaya bangsa kita," ujarnya.
Winda melanjutkan, bahwa pihaknya juga mengimbau kepada semua pihak untuk membiasakan diri menghormati hak cipta yang dilindungi undang-undang. Pihaknya selalu terbuka dan mendukung semua kegiatan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan nusa dan bangsa.
"Minta lah izin terlebih dahulu sebelum menggunakan karya cipta kami sesuai adab yang baik dan benar agar tidak terjadi kesalahpahaman. Namun, kami tidak akan segan untuk mengambil tindakan tegas untuk pelanggaran dan membawanya ke jalur hukum dengan tujuan memberikan efek jera pada pelakunya. Mari hormati hak cipta," pungkas Winda.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait