Pertama, Anna menyebut, bahwa kroscek dilakukan dengan data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kedua kroscek dengan Data Terpadu Masyarakat Surabaya (DTMS). Dan ketiga, kroscek dengan Cek-In warga untuk diketahui orang tersebut KTP dan domisilinya apakah benar di Surabaya.
"Kemudian kita cek lagi dengan Aplikasi Sayang Warga. Jadi banyak sekali kita cek, supaya Insyaallah mendekati valid. Karena memang datanya dinamis. Jadi data yang kita terima tidak sepenuhnya benar, bisa jadi mungkin dulu miskin, namun sekarang tidak," jelasnya.
Anna juga menjabarkan, salah satu parameter warga yang hidupnya berada di garis kemiskinan adalah memiliki pengeluaran sekitar Rp690 per kapita. Sedangkan untuk parameter kemiskinan ekstrem yakni, pengeluaran per kapita di bawah Rp358 ribu.
"Sehingga itu akan menjadi sasaran intervensi dari Pemkot Surabaya. Setelah kita cek datanya, ketemu KTP dan domisili Surabaya, maka ini yang akan menjadi sasaran prioritas kita," pungkasnya
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait