SURABAYA, iNews.id - Pembatik milenial menggarap batik tulis pesanan pelanggan di Rumah Produksi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Batik Ulur Wiji, di Dusun Pandan Toyo, Desa Pandan Krajan, Kecamatan Kemlagi, Mojokerto, Jawa Timur, Rabu (26/10/2022). Untuk proses melelehkan lilin batik pada kompor kecil, UMKM besutan Nasta Rofika ini memanfaatkan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Co Founder Ulur Wiji, Nasta Rofika, mengatakan selain untuk menjaga kesetabilan panas, pemakaian gas LPG tersebut juga bisa menghemat biaya produksi. Dalam sebulan, Ulur Wiji hanya membutuhkan 13 tabung LPG 3 kg atau Rp.234 ribu dengan pemakaian setiap hari kerja.
"Tentu pemakaian gas LPG ini hemat dan tidak menimbulkan polusi. Jika pakai minyak gas masih ada asapnya, dan saat ini juga sudah tidak ada yang jual," kata Nasta.
Batik Ulur Wiji yang diproduksi dengan teknik tradisional ini ramah lingkungan. Sebagai alumni Teknik Lingkungan ITS, Nasta Rofika melakukan riset sendiri dalam menentukan bahan pewarnaan.
"Karena kami tinggal di pemukiman, maka bahan alami ini tidak ada limbah. Bahan-bahan warna seperti kayu hampir habis keserap kain," tuturnya.
Ia menyebut, bahan pewarnaan batik terdiri dari kayu tegeran, kayu mahoni, kayu jambal, kayu secang, daun indigo yang didapat dari petani Semarang dan sejumlah bahan lainnya.
Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait