Ketua Alumni Swedia, Dothy, secara terpisah mengungkapkan, bahwa kesadaran pada isu keberlanjutan sebenarnya semakin meningkat di masyarakat.
Kondisi tersebut membuat industri tekstil sebagai salah satu penyumbang limbah terbesar semakin disorot.
Hal itu diperparah dengan tren ‘fast fashion’ atau pola produksi pabrik penjual dan perilaku konsumerisme pembeli yang berdampak banyaknya sampah sisa fashion di dunia.
Termasuk di negara dengan jumlah penduduk besar dalam kondisi ekonomi dan kemampuan konsumsi yang bertumbuh, seperti Indonesia.
Untuk itu, alumni Swedia didukung Swedish Institute mengajak kolaborasi lintas organisasi, baik korporasi maupun komunitas, terus meningkatkan kesadaran pada isu penting, inisiatif fashion yang berkelanjutan.
Di antaranya Business Sweden, Thread4Hope, KADIN, PLN, Sustainable Fashion ID, Khaya Heritage, dan Sisa Kain Mama.
"Kami mengajak semua berkolaborasi, berdiskusi, berbagi pengetahuan, kapabilitas, dan sumber daya, untuk menghasilkan dukungan kepada komunitas yang merasa bisa mulai mempraktikan inisiatif fashion berkelanjutan ini,” jelas Dothy.
SI Green Fashion Day yang diadakan menjelang Peringatan Hari Ibu, 22 Desember, juga diisi dengan sejumlah kegiatan menarik.
Di antaranya diskusi dengan para pembicara dan moderator perempuan yang bertajuk “Towards A More Sustainable Future: How Can Companies and Communities Shape the Future of Sustainable Fashion?”.
Pembicara yang hadir yaitu Jeanny Primasari dari Sustainable Fashion ID dan Khaya Heritage, Sinthya Roesly dari Srikandi BUMN PLN, Svida Alisjahbana dari KADIN dan Thread4Hope dan Firman Ardiansyah dari Business Sweden.
Salah satu pembicara, Svida Alisjahbana, CEO dari Thread4Hope, yang juga Ketua Komite Tetap Kesetaraan Gender dari Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menekankan, bahwa saat ini merupakan momen untuk menghubungkan antara industri kecil menengah, yang kebanyakan pelakunya adalah perempuan, dengan industri fashion secara umum, untuk berkolaborasi dalam inisiatif strategi produksi yang lebih ramah lingkungan.
“Misalnya berkolaborasi memintal dan menenun dari sampah industri fashion. Selain itu dibutuhkan terobosan-terobosan baru dalam proses batik, pewarnaan di antara pengusaha UKM tekstil di Indonesia,” ungkapnya.
Selain diskusi, juga ada lokakarya tentang upcycling atau 'daur naik' / proses menambah masa penggunaan produk yakni memperbaiki pakaian lama menjadi tetap pantas dan nyaman dipakai, dengan instruktur Jane Langking dari Sisa Kain Mama, dan Jeanny yang juga pembicara diskusi.
Vivi Cypta, pehobi fashion paruh baya asal Jakarta Selatan tampak bersemangat mengikuti lokakarya upcycling.
"Dari diskusi ini saya jadi tersadarkan jadi seperti merasa berdosa kalau membuang pakaian bekas. Dengan mengikuti workshop upcycling, saya berharap tidak hanya akan mendonasikan pakai bekas ke tempat yang tepat. Tetapi juga siapa tahu bisa mendapatkan manfaat ekonomi dari pakaian upcycling karya saya," ujarnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait