Cak Eri mengungkapkan, di Surabaya ada 60 persen rumah yang salurannya kurang dari 60 sentimeter. Rata-rata, saluran kurang dari 60 sentimeter itu berada di kawasan rumah padat penduduk. “Kalau dirobohkan ya nggak mungkin, karena sudah puluhan tahun di situ. Contohnya seperti di kawasan Petemon, satu-satunya jalan ya dibuatkan saluran di tengah jalan,” ungkapnya.
Bukan hanya perkara saluran, Cak Eri juga mengingatkan warga soal akses jalan perkampungan. Ketika ada jalan rusak, maka bisa melaporkan kepada pemkot dalam waktu 1x24 jam. Melalui siapa saja hal itu disampaikan? Cak Eri menerangkan, itu bisa disampaikan lewat Wargaku, atau Whatsapp grup (WAG) Forum Komunikasi yang di dalamnya terdapat RT, RW, camat, lurah, wali kota, dan kepala dinas.
“Kalau jalannya sudah dibenahi, ketika ada truk yang tonasenya berat jangan sampai boleh masuk. Ayo bareng-bareng jogo kuto iki (bersama menjaga kota ini), jangan sampai ada truk masuk kampung lalu diam saja, meskipun jalannya rusak, yo gak tak dandani (ya nggak saya benahi),” pesan Cak Eri.
Meskipun akhir-akhir ini masih ada genangan di perkampungan dan beberapa jalan kampung rusak, Cak Eri mengapresiasi warga Surabaya telah melakukan kerja bakti bersama. Dengan adanya program Surabaya Bergerak di setiap akhir pekan, Cak Eri ingin warga konsisten menjaga kampungnya, agar tidak terjadi lagi genangan setelah hujan.
“Tolong dijaga kampungnya, jangan sampai hanya pemerintahnya saja yang bekerja. Kalau bangun rumah minimal salurannya 30 sentimeter, kalau kawasan padat penduduk ya 60 sentimeter. Kalau nggak ada saluran, terus mau dibuang ke mana airnya ketika hujan?,” tandasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait