Tradisi kentongan dalam membangunkan orang sahur ini menciptakan respons dari berbagai masyarakat. Bagi masyarakat muslim khususnya masyarakat desa atau kampung, tradisi ini bermanfaat dalam membangunkan mereka untuk sahur. Mereka juga antusias menyambut bulan suci dengan melakukan tradisi tersebut.
Namun, tradisi ini dapat mengusik ketenangan masyarakat non-muslim. Mereka terpaksa harus bangun lebih pagi dari pada biasanya karena suara bising yang mereka dapatkan.
“Bagi masyarakat non-muslim tentu ini agak mengganggu karena terpaksa terbangun akibat suara bising, padahal mereka tidak hendak sahur,” ungkap Sarkawi.
Saat ini, tradisi kentongan sahur ini masih relevan hanya di beberapa tempat, salah satunya adalah desa atau kampung. Tempat tersebut masih relevan dalam menerapkan tradisi kentongan sahur karena faktor homogenitas penduduk dan teknologi.
“Bagi masyarakat yang homogen seperti di desa atau kampung, tentu ini masih sangat relevan. Apalagi di kampung, tentu ada keluarga yang tidak memiliki teknologi seperti HP yang dapat digunakan untuk alarm,” jelas Sarkawi.
Namun, tradisi ini tidak terlalu relevan jika diterapkan di perkotaan. Mereka merupakan masyarakat yang beragam, tidak semuanya beragama Islam, dan penggunaan teknologi yang sudah maju dalam membangunkan orang sahur.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait