SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Penusuk Debt Collector di Surabaya, Wide Ismail, divonis 1 tahun 2 bulan penjara oleh Majelis Hakim PN Surabaya, pada 23 Mei 2023. Pria asal Banyurip Kidul Surabaya menjadi terdakwa kasus penganiayaan dengan cara menusuk korbannya.
Wide nekat melakukan pembacokan terhadap korban bernama Erwin Saputra Simalango.
Kejadian itu bermula saat Erwin yang merupakan salah satu Debt Collector dari perusahaan pembiayaan PT Federal International Finance (FIF Group) mendatangi rumah Wide.
Saat itu, Erwin hendak menanyakan dan bermaksud menagih tunggakan pembayaran motor selama tiga bulan oleh terdakwa.
Bukannya kooperatif, Wide yang terdesak tak dapat menunjukkan motor yang dikreditnya itu memilih mengambil sebuah pisau dapur.
Hal tersebut disayangkan Kepala Cabang FIF Group Central Remedial Jatim 1, Satriyo Budi Utomo.
Ia menyebut, aksi penganiayaan yang dilakukan oleh debitur itu tidak mencerminkan itikad baik selama proses pembiayaan berjalan.
"Motor yang kami biayai ternyata tidak ada di rumah debitur tersebut. Karena mungkin merasa tersudut, yang bersangkutan terlibat cekcok dengan tim kami. Tiba-tiba ambil pisau lalu menusukkan ke tim kami," ungkap Satriyo.
Dalam persidangan, Wide mengakui tak hanya sekali menusukkan sebilah pisau kepada korban.
Pisau tersebut dihunuskan terdakwa sebanyak tiga kali ke lengan kanan korban hingga alami luka.
Puas melampiasakan amarahnya, terdakwa lalu membuang pisau tersebut ke selokan di depan rumahnya lalu lari.
Satriyo mengimbau agar para debitur kredit macet bersikap kooperatif saat pihak leasing bertugas menanyakan dan menagih keterlambatan angsuran.
Hal itu bukan tanpa dasar, lantaran objek kendaraan tersebut masih dalam jaminan fidusia dan hak-haknya dapat beralih jika kewajiban debitur tidak dapat dipenuhi.
"Kami imbau agar kooperatif. Ada ruang diskusi yang kami buka kepada debitur kalau memang belum bisa membayar karena satu lain hal. Tetapi perlu diingat juga dalam undang-undang fidusia, jika terjadi lalai dalam perjanjian maka pihak leasing memiliki hak untuk melakukan eksekusi karena debitur tidak memenuhi prestasinya," beber Satriyo.
Ia berharap, kejadian ini dapat menjadi pembelajaran semua pihak.
Satriyo juga tak akan segan menempuh upaya hukum jika terjadi tindakan serupa ke depan.
"Aturan hukumnya sudah ada. Ini yang nanti akan kami taati bersama. Kejadian ini jadi pembelajaran agar debitur lebih bijaksana. Tim kami pun juga sudah tersertifikasi dalam proses-proses menjalankan tugasnya. Jika ke depan ada hal semacam ini, kami tentu tidak segan melakukan upaya-upaya hukum yang dianggap perlu," tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait