SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Jawa Timur menggandeng Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) untuk mempercepat implementasi Kurikulum Merdeka pada tahun akademik 2022/2023.
Plt Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kemenag Jatim, Dr Santoso SAg MPd mengatakan saat ini sudah ada 7 Madrasah di kabupaten Sidoarjo yang sudah dijadikan pilot project Implementasi Kurikulum Merdeka.
"Untuk langkah berikutnya kita akan membuat pilot project-pilot project di seluruh kabupaten dan kota lain, sehingga nanti akan menyebar ke seluruh madrasah," katanya disela-sela Peluncuran Implementasi Kurikulum Merdeka di Madrasah Provinsi Jawa Timur, di Surabaya, Selasa (20/6/2023). Di Jawa Timur sendiri, tercatat ada 21.164 madrasah.
Tekait Kurikulum Merdeka, Santoso menyebut bahwa pola pembelajaran seperti yang dipaparkan dalam kurikulum yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim ini sebenarnya sudah lama dijalankan oleh madrasah.
“Kurikulum yang dilaksanakan di madrasah bertujuan menyiapkan anak didik agar mampu beradaptasi di tengah masyarakat setelah lulus nanti,” kata Santoso.
Pendidikan madrasah juga memperkuat penanaman karakter keagamaan untuk mencetak generasi yang islami dan berakhlak mulia atau akhlakul karimah. Sosok yang aktif menjaga keutuhan dan kemuliaan negara dan bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pendidik meski membekali sejumlah pengetahuan yakni nilai ilahiyah dan nilai insaniyah. Tujuan yang sama seperti terkandung dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), salah satu hal yang ditekankan dalam Kurikulum Merdeka.
Kurikulum Merdeka Bebaskan Guru Berinovasi
Kehadiran Kurikulum Merdeka ini menjadi angin segar bagi para guru dalam menjalankan sistem belajar mengajar. Guru bebas melakukan improvisasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Tentu hal ini juga menjadi kabar gembira bagi para pendidik yang ada di daerah-daerah terpencil.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Sebagaiamana yang sudah diterapkan oleh guru-guru dan kepala sekolah dari Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur.
Di depan ratusan pengawas Madrasah, guru Madrasah, SD Negeri, dan SD Swasta dari se-Jawa Timur, mereka berbagi kisah bagaimana inovasi dan improvisasi dalam pendidikan mampu menjawab kebutuhan peserta didiknya.
Puji Lestari misalnya. Guru SD Negeri Terpadu Utama 2 Tana Tidung, Kalimantan Utara ini bercerita, wabah pandemi memberi banyak pengalaman berharga. Terutama berkenaan dengan pengubahan metode pembelajaran di kelas.
Pandemi mendorong Puji menggunakan asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum dalam pembelajaran. Asesmen diagnostik membantu Puji untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa.
Pembelajaran terdiferensiasi membantu Puji meningkatkan hasil belajar siswa. Serta penyampaian materi ajar yang sesuai dengan kemampuan siswa mampu mempermudah mereka memahami dan menguasai materi belajar.
“Ketika Kurikulum Merdeka hadir, saya merasa sudah siap dan lebih percaya diri. Sebab, terbiasa menggunakan tiga karakteristik Kurikulum Merdeka dalam pembelajaran waktu pandemi,” tuturnya.
Puji mengatakan, penggunaan karakteristik Kurikulum Merdeka terbukti efektif meningkatkan kemampuan membaca siswanya. Pada tahun akademik 2022/2023, Puji berhasil membantu 67 persen siswanya mencapai tingkat pemahaman membaca dalam waktu tujuh bulan.
“Tercatat, dari 23 siswa pada Juli 2022, hanya ada tiga orang yang mencapai level pemahaman membaca. Tujuh bulan kemudian, bertambah menjadi 14 siswa yang sudah mencapai level tersebut,” tambahnya.
Pengalaman yang sama, juga disampaikan Rukmini SPdI, Kepala MTs Az-Zainuddin, yang ada di Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Sebelumnya, dia menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Yasim Roka.
MIS Yasim Roka letaknya jauh dari pusat kota kabupaten dan juga dari kediaman ibu Rukmini. Untuk mencapai madrasah ini,dia mesti bersepeda motor kira-kira satu jam lamanya dengan melalui jalanan sempit dan kawasan yang jarang penduduk.
Semasa masih mengajar di MIS ini, ada banyak kegusaran yang dirasakan oleh Ibu Rukmini. Siswa-siswa di madrasahnya banyak yang mengalami hambatan dalam hal literasi dasar. Mereka belum bisa membaca dengan baik meski sudah duduk di kelas tinggi. Bahkan dia kerap menemui siswa yang sudah di kelas VI tapi hanya bisa sebatas mengeja suku kata.
Rukmini memperoleh pembekalan untuk peningkatan keterampilan literasi dasar melalui program GEMAR Literasi pada 2020. Selanjutnya, dia melakukan pendekatan pembelajaran literasi yang disesuaikan dengan level kemampuan siswa di MIS Yasim Roka.
Siswa-siswa diidentifikasi tingkat kemampuan literasinya melalui asesmen diagnostik, dan kemudian dikelompokkan berdasarkan level kemampuannya. Pembelajaran dilakukan berdasarkan level masing-masing kelompok siswa.
Dia mengawal agar pendekatan ini benar-benar dijalankan. Hasilnya kemudian terlihat dalam waktu yang tidak begitu lama. Rata-rata dalam 4 minggu, pendekatan ini telah mampu meningkatkan keterampilan literasi siswanya.
Melalui sosial medianya, Rukmini kemudian menyebarluaskan pendekatan pembelajaran berdiferensiasi dengan pencapaian yang telah terjadi di sekolahnya.
Cerita baik yang dia bagikan itu kemudian menarik perhatian madrasah-madrasah lain untuk mendapatkan pembekalan yang serupa. Rukmini kemudian mendapat banyak permintaan untuk memberikan pelatihan bagi guru di berbagai madrasah di Kabupaten Bima.
Hingga saat ini, dengan dukungan berbagai pihak, sudah 63 madrasah dari 7 kecamatan di Kabupaten Bima yang mengenal dan mendapatkan pembekalan terkait pembelajaran berdiferensiasi. Semua kegiatan pembekalan itu dibiayai oleh dana swadaya dari madrasah.
Selain Puji dan Rukmini, ada pula Siti Saudah SPd (Kepala SD Inpres Langira, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur), Umi Salamah MPdI MM (Kepala MI Ma’arif Ketegan, Sidoarjo), dan Bustanul Arifin SPd MPd (Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Pasuruan) yang berbagi praktik-praktik baik di tempatnya bertugas.
Kisah inspiratif tersebut dirangkum dalam buku “Kisah Transformasi Pembelajaran di Daerah”. Buku ini merupakan kompilasi 55 naskah praktik baik dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara yang bercerita tentang transformasi pembelajaran yang terjadi di masa pandemi.
Naskah praktik baik ini ditulis oleh para pengambil kebijakan, kepala sekolah, pengawas, guru, dan komunitas masyarakat.
Isinya bercerita tentang upaya daerah untuk menyelenggarakan pembelajaran di masa pandemi. Termasuk upaya melakukan learning recovery, dimana karakteristik kurikulum merdeka menjadi senjata andalannya.
Berdasarkan studi yang dilakukan INOVASI, program kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia, menunjukkan bahwa asesmen diagnostik, pembelajaran terdiferensiasi, dan penyederhanaan kurikulum berkontribusi dalam proses pemulihan pembelajaran di bidang literasi dan numerasi.
Ditemukan pula indikasi pemulihan hasil belajar literasi dan numerasi setara dengan dua bulan pembelajaran. Studi ini melibatkan 4.103 siswa, 360 guru di 69 sekolah dari 7 kabupaten di 4 provinsi mitra Program INOVASI di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait