SURABAYA, iNewsSurabaya.id– Pupuk organik menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi kelangkaan pupuk subsidi dan melambungnya harga pupuk non-subsidi. Dalam hal ini, pemerintah diminta untuk memperhatikan penggunaan pupuk organik.
Menurut anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Erma Susanti, pemerintah harus memberikan insentif bagi petani yang telah menggunakan pupuk organik. Bahwa, kata dia, persoalan kelangkaan pupuk subsidi dan mahalnya pupuk non-subsidi dalam 3 tahun ini selalu menjadi masalah bagi petani.
“Sehingga petani harus mengeluarkan biaya produksi lebih banyak sementara harga gabah dan produksi pertanian lainnya juga tidak naik,” katanya, Rabu (5/7/2023).
Menurut Erma, pengurangan dan pembatasan pupuk subsidi berdasarkan kebijakan Kementerian Keuangan terkait pengurangan alokasi APBN untuk subsidi pupuk. Hal tersebut tertuang dalam Permentan No 10 Tahun 2022.
Dalam Permentan tersebut, hanya 9 komoditas yang mendapatkan pupuk subsidi. Yakni padi, jagung, kedelai, tebu, cabai, bawang merah, bawang putih, kopi dan kakao. Padahal sebelumnya, ada 60 jenis komoditas.
“Jenis pupuk yang bersubsidi hanya urea dan NPK saja. Selain itu, jumlah alokasi kuota tidak sepenuhnya sama dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK),” jelasnya.
Erma juga menjelaskan, tahun 2023, untuk Provinsi Jawa Timur kuota urea sekitar 86% dari RDKK sementara NPK 42% dari RDKK. Hal tersebut dapat memberatkan petani dan mengancam produksi pangan.
“Karenanya penting dilakukan gerakan pupuk organik bagi petani. Banyak manfaat dan dampak positif dengan meningkatnya penggunaan pupuk organik oleh petani,” tuturnya.
Pertama, tambah Erma, penggunaan pupuk organik mengurangi ketergantungan pupuk kimia bersubsidi sekaligus mengurangi biaya produksi karena petani bisa membuat sendiri.
Kedua, semakin banyak pertanian organik akan memperbaiki struktur hara tanah yang selama ini semakin rusak dengan pupuk kimia.
Ketiga, produk pertanian organik menghasilkan pangan sehat. "Non-racun yang tentunya baik bagi kesehatan pertumbuhan anak-anak generasi penerus kita,” tutur Erma.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu juga menjelaskan, produktivitas pertanian dengan pupuk organik ternyata tidak kalah dengan pertanian yang menggunakan pupuk pabrik.
“Dari praktek pertanian organik yang sudah dilakukan, antara lain di Blitar, yang telah didampingi lembaga Alam Lestari dan Banteng Nutrisi, ternyata produktivitas hasil pangan yang menggunakan bogasi dan nutrisi organik, tidak kalah dengan yang menggunakan pupuk pabrik,” tuturnya.
“Selain kualitas lebih enak dan tahan lama agar gerakan pertanian organik lebih intensif, perlu ada insentif untuk petani pelaku organik, antara lain, berupa bantuan alat-alat produksi pupuk organik dan dampingan pemerintah agar hasil pertanian organik mendapatkan sertifikat organik sehingga nilai jual lebih tinggi,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait