Ibunya, Kasmidah, adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya lulus SD. Uswah menganggap bahwa kehidupan sederhana ini telah mengajarkannya banyak hal.
"Saya masih ingat betul ketika di kelas 2 SMP, saya sering dipanggil oleh guru karena belum bisa membayar LKS. Saya juga masih ingat ketika saya menjadi anak yang paling terakhir yang baru bisa membayar kaos olahraga saat itu," kenang Uswah pada hari Minggu (22/10/23).
Saat masuk SMP, ayahnya didiagnosis menderita diabetes sehingga tidak dapat bekerja sebagai buruh serabutan setiap hari. Ibunya mengambil alih pekerjaan serabutan di sawah orang. Uswah bukanlah siswa yang paling pintar di kelasnya, bahkan saat SMP ia hanya menempati peringkat 14.
Setelah lulus dari SMP, Uswah hampir terpaksa putus sekolah karena masalah biaya, tetapi berkat tekadnya yang kuat untuk belajar, ayahnya mencarikan sekolah untuknya. Uswah melanjutkan sekolah di MA Muhammadiyah 2 Banjaranyar, yang memiliki sistem pembayaran setiap 6 bulan atau bahkan setahun sekali.
"Karena saya sangat ingin bersekolah, ayah mencarikan saya sekolah di mana-mana. Alhamdulillah, sekolah tersebut memungkinkan pembayaran ditangguhkan hingga saat ayah memiliki panen di sawah," ujarnya.
Untuk bersekolah, Uswah harus menempuh perjalanan sejauh 12 kilometer setiap hari menggunakan sepeda tua karena keluarganya tidak memiliki sepeda motor.
Di sekolah tersebut, ia berusaha untuk menjadi yang terbaik di kelas. Selama tiga tahun, ia menempati peringkat kedua dari 32 siswa. Ia juga beberapa kali memenangkan lomba penulisan, mulai dari tingkat Kabupaten hingga Provinsi. Keaktifannya dalam mengikuti lomba membawanya mendapatkan potongan biaya SPP.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait