Salah satu dampak negatif pernikahan dini, jelas Erna, adalah potensi perceraian yang tinggi. Sebab, mempelai yang masih berusia muda atau masih usia sekolah ini, memiliki tingkat emosi yang masih labil dan belum dewasa.
"Kehamilan yang terjadi pada remaja sangat berpotensi terjadinya kelahiran stunting, " imbuhnya.
Erna menambahkan untuk itu, melalui program preventif dari hulu juga menjadi program strategis BKKBN sebagai salah satu upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Timur.
Ditempat yang sama, Ketua Kelompok Kerja Insan Jurnalistik Keluarga Berencana (Pijar) Jatim, Siska Prestiwati Wibisono mengatakan melihat tingginya data pernikahan dini dan tingginya angka perceraian maka Pijar Jatim tergerak untuk bisa memberikan edukasi kepada remaja mengenai kesehatan reproduksi sebagai bentuk preventif dari hulu.
"Di Tahun 2023 kemarin, kami telah melakukan kegiatan Pijar Jatim Goes to School, dengan melibatkan 600 pelajar MAN Kota Surabaya dan 1000 pelajar SMKN Surabaya. Para pelajar ini mendapatkan edukasi kesehatan reproduksi serta resiko yang akan dihadapi bila menjalani pergaulan bebas," paparnya.
Tidak hanya memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi saja, kegiatan Pijar Jatim Goes to School ini juga dilakukan deklarasi stop pernikahan dini agar para pelajar berani mengatakan tidak pada praktik pernikahan dini dengan menjalani pergaulan sehat dan merencanakan kehidupan mereka untuk masa depan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait