Selain itu, Wali Kota Eri mendorong masyarakat untuk menggiatkan kembali Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) secara masif dan konsisten. Yakni, dengan menunjuk juru pemantau jentik di setiap rumah atau instansi untuk memastikan tidak ada jentik di masing-masing lingkungan wilayah.
"Melakukan diseminasi informasi kepada masyarakat melalui media cetak atau elektronik ataupun penyuluhan secara langsung dengan fokus informasi tentang pencegahan dan tanda-tanda bahaya DBD," kata Wali Kota Eri dalam SE yang ditujukan kepada seluruh jajarannya di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Pada sisi lain, Wali Kota Eri juga mengimbau jajarannya untuk melakukan Gebyar PSN DBD di tingkat kecamatan atau kelurahan secara rutin setiap minggu sekali. Termasuk pula melakukan monitoring dan evaluasi pemantauan jentik secara berkala di wilayah kerja masing-masing dengan memastikan Angka Bebas Jentik (ABJ) riil minimal 95 persen.
"Segera membawa ke puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya apabila ada keluarga masyarakat yang terkena DBD dan melaporkan ke puskesmas terdekat," pintanya.
Adapun sejumlah gejala penyakit DBD tersebut, di antaranya yakni, demam tinggi tanpa sebab 2-7 hari; ruam atau bintik merah pada kulit; nyeri pada otot dan sendi; serta pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, nyeri ulu hati.
Selain itu, gejala lain DBD adalah mengalami mimisan atau pendarahan ringan pada gusi. Sedangkan untuk hasil laboratorium, trombosit 100.000/mm3, hematokrit meningkat 20 persen dan pemeriksaan serologis positif (IgG, IgM, NS1).
Sementara itu, dalam SE tersebut juga dijelaskan mengenai kegiatan fogging atau pengasapan. Dimana kegiatan pengasapan dilakukan berdasarkan hasil pemantauan kepadatan populasi vektor dan atau kasus penyakit.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait