“Bapak mau ke Tehran Iran kan?”, tanya petugas check-in di bandara Sukarno Hatta pada Henry Vienayoko, penulis buku Khodahafez Tehran, Sebuah Antologi Kenangan, yang diluncurkan awal tahun 2024 ini. “Bukannya itu daerah konflik ya, pak?”
Demikian bincang-bincang penulis dengan petugas bandara yang juga tertuang dalam salah satu bab buku itu.
Iran atau Persia, bila mendengar nama negara tersebut mungkin yang terlintas adalah tentang peristiwa perang Iran vs Irak yang berlangsung mulai dari awal tahun 1980-an dan berlangsung hampir satu dekade.
Tidak banyak orang Indonesia menjelajah jauh ke negeri ini, dan tidak banyak yang tahu pula bahwa lebih dari 1000 tahun hubungan Nusantara (sebutan Indonesia dahulu) dengan Persia telah terjalin melalui jalur perdagangan. Bahkan seorang Marcopolo pun singgah ke tanah Persia hingga 3 kali.
Ditulis dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh Henry Vienayoko, buku Khodahafez Tehran membongkar persepsi tentang Tehran sebagai sebuah ibukota terbelakang dengan penduduk yang konservatif.
Persepsi negatif seperti ini tentu bukanlah sesuatu yang netral, ia dibangun oleh pihak “barat” dengan maksud untuk menguasai.
Iran dikucilkan oleh “barat” setelah digulingkannya dinasti Pahlavi yang pro-barat lewat sebuah revolusi pada tahun 1979.
Revolusi ini juga menandai berdirinya Republik Islam Iran yang dipimpin oleh seorang imam, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Pada banyak pemberitaan, perempuan Iran yang juga sering digambarkan sebagai korban kediktatoran rejim, kebebasan mereka sangat dibatasi.
Henry menepis persepsi ini. Dalam salah satu bagian bukunya, Henry bercerita tentang pertemuannya dengan sekelompok perempuan muda yang tengah berolahraga skateboard di Ab-o-Atash, salah satu taman di Tehran.
Terdapat enam taman yang didesain sangat bagus di Tehran yang sering digunakan untuk latihan skateboard.
Kattayon, salah satu pemain skateboard perempuan, yang rambutnya dicat warna ungu dan emas keperakan, mengenakan hoodie dan kaos Guns N’ Roses mengatakan bahwa mereka “merasa bebas” saat bermain skateboard, dan mereka berlatih setiap akhir pekan.
Dalam bidang kesehatan Iran juga cukup maju dibandingkan dengan beberapa negara tetangganya.
Iran telah berhasil menciptakan beberapa peralatan dengan teknologi modern, salah satunya adalah peralatan Robotic Surgery bernama Sina (diambil dari nama seorang ilmuwan muslim, Ibnu Sina) yang rencananya akan digunakan di beberapa rumah sakit di Indonesia.
"Itu adalah dua hal yang jarang mendapat pemberitahuan di media kita, tentu ada banyak hal lain tentang Iran dan penduduknya yang kita belum tahu," kata Henry.
Buku ini memberikan sebuah perspektif keseharian yang sedikit berbeda dibandingkan dengan tulisan-tulisan dengan latar belakang Iran lainnya yang menggunakan pendekatan akademis maupun religius.
Buku Khodahafez Tehran dimaksudkan dapat memberikan pandangan yang luas dan tidak terbatas, selayaknya pikiran yang tidak terbelenggu bagi mereka yang selalu ingin memenuhi hasrat keingintahuannya. Sehingga mengucapkan Khodahafez Tehran, yang artinya Selamat Tinggal Tehran.
Buku Khodahafez Tehran diterbitkan bekerjasama dengan Jejak Pustaka, dan tersedia dalam bentuk cetak yang dapat diperoleh melalui Loka Pasar Tokopedia, Shopee. Ataupun bentuk digital di ebook Gramedia, Google Play Book, MyEdisi, AskaraMaya. Selain toko buku indie lainnya seperti Blooks dan Post Book Store di Jakarta.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait