4 Cara Dampingi Anak Usia Dini, Kelola Rasa Marah Berlebihan

Ali Masduki
Rumah Main Cikal mendukung dan mendampingi anak-anak usia dini mengelola emosinya sejak dini. Foto/Dok Rumah Main Cikal

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Anak usia dini seringkali menunjukkan rasa marahnya dengan berlebihan atau meledak-ledak. Dalam kondisi tersebut, penting sekali bagi orang tua dapat mendampingi anak agar dapat secara bertahap mengontrol diri dan amarahnya, dan bukan membentak atau memarahinya.

Pendidik Rumah Main Cikal Lebak Bulus, Putri Bayu Gusti Megantari Pratiwi, S,Psi mengungkapkan bahwa orang tua dapat mendampingi anak usia dini untuk belajar mengelola amarahnya. 

Sehingga dapat diekspresikan dengan lebih baik dengan 4 cara, yakni mengenalkan emosi dasar, mengenalkan dan mengajarkan teknik mengelola marah, mengikutsertakan anak pada kegiatan sensorik dan motorik, dan tidak menyepelekan perasaan anak.

1. Mengenalkan dan Mendampingi Anak Pahami Emosi Dasar Manusia

Marah adalah salah satu emosi dasar yang ada dalam diri manusia, bagi pendidik yang hangat disapa Putri, langkah awal membantu anak mengelola rasa marahnya adalah dengan mengenalkan dan mendampingi anak memahami emosi dasar manusia secara lebih baik.

“Langkah awal untuk membantu anak mengelola emosinya adalah dengan mengenalkan emosi dasar. Orang tua bisa memperkenalkan emosi senang, sedih,  jijik, takut, dan marah dengan cara menyenangkan, seperti lewat cerita atau tontonan. Kemudian, rutin mengajak anak-anak bicara tentang emosinya,” ungkapnya. 

Putri juga menyebutkan beberapa contoh cara pengenalan dan pendampingan ornag tua memahami emosi dasar dengan kalimat afirmasi. 

“Contohnya itu seperti menayakan “bagaimana perasaanmu hari ini?” atau berikan pilihan 'apakah kamu senang, sedih, marah?' atau kita memberikan pernyataan seperti “adik sedang sedih ya..". Hal ini bertujuan agar anak terbiasa mengenali perasaannya sendiri,” tambahnya. 
 
Bila anak sudah memiliki kemampuan berbicara 2-3 kata, orang tua juga direkomendasikan untuk dapat menanyakan alasan dari hadirnya emosi yang dirasakan. 

Semua hal tersebut dilakukan untuk membuat anak dapat semakin menyadari dan memahami emosinya serta mengasah kemampuan komunikasinya dalam mengungkapkan perasaannya dengan lebih baik.

“Apabila anak sudah bisa bicara lebih dari 2-3 kata, kita juga bisa tanyakan, “kenapa kamu senang/sedih/marah?” Mungkin awalnya jawaban anak-anak akan terdengar tidak sesuai. Dengan konsisten membangun percakapan tentang emosi, anak-anak akan semakin menyadari perbedaan emosi-emosi tersebut dan kemampuan komunikasinya akan berkembang,” jelasnya.

2. Mengenalkan, Mengajarkan, dan Menerapkan Teknik Mengelola Marah Bersama
 
Cara kedua yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah mengajarkan teknik mengelola marah, seperti mengatur nafas, berhitung, atau menjauh ke tempat yang lebih tenang. 

“Apabila kemampuan komunikasi anak dalam mengekspresikan emosinya sudah baik, orang tua bisa mengajarkan teknik mengelola marah, seperti mengatur nafas, berhitung untuk menenangkan diri, menjauh ke tempat yang tenang, dan cara lainnya,” tutur Putri.

Putri juga menambahkan bahwa dalam proses mengajarkan teknik mengelola marah ini, orang tua disarankan untuk dapat mengelola ekspektasinya karena mengasah kemampuan mengelola emosi ini tidak dapat terbentuk secara singkat.

“Sebelum mengajari anak mengendalikan marah, orang tua perlu memahami bahwa kemampuan ini tidak bisa terbentuk hanya dalam waktu singkat. Mengelola ekspektasi adalah hal penting yang perlu dilakukan orang tua. Kita perlu memahami bahwa anak usia 2 dan 4 tahun memiliki kemampuan emosional yang berbeda,” tegasnya.

3. Mengikutsertakan Anak pada kegiatan sensorik dan motorik

Cara ketiga yang dapat dilakukan dalam mendampingi anak mengontrol emosinya adalah mengikursertakan anak dalam kegiatan stimulasi sensorik dan motorik, seperti kegiatan Cikal Pop Up Class. 

Putri menyebutkan bahwa keikutsertaan di kegiatan sensori dan motorik ini dapat meningkatkan kemampuan atau kesiapan interaksi anak agar dapat mampu menyesuaikan diri dan mengontrol emosi di ruang publik, sehingga anak tidak akan menunjukkan ekspresi berlebihan atau amarah meledak-ledak.

“Selain dua cara di atas, orang tua juga bisa mengajarkan anak untuk mengontrol emosi dengan menambah keikutsertaan anak di kegiatan stimulasi sensori dan motorik. Anak-anak yang kurang stimulasi sensori akan mengalami reaksi yang berlebihan/kurang peka terhadap situasi di sekitarnya. Mereka akan kesulitan menyesuaikan diri dan mengontrol emosi. Begitu pula anak-anak yang kurang stimulasi motorik, mereka akan kesulitan melakukan koordinasi diri,” ucapnya. 

4. Tidak Menyepelekannya Perasaan Anak 

Cara keempat yang disampaikan oleh Putri adalah  menegaskan bahwa penting sekali bagi orang tua untuk tidak menyepelekan perasaan anak, karena membuat anak memahan emosinya akan membuat anak menahan amarahnya lebih dalam dan memicu ledakan emosi yang lebih besar di kemudian hari. 
 
“Hal yang juga penting adalah jangan pernah menyepelekan perasaan anak. Situasi yang mungkin bagi kita sepele adalah masalah besar di mata mereka. Jangan pula meminta anak menahan emosi negatifnya, misalnya dengan berkata “jangan nangis” “jangan marah”. Menahan emosi tidak akan menghilangkan emosi tersebut. Justru bisa memicu kemungkinan ledakan emosi di kemudian hari," tutupnya

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network