SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Dewan Pimpinan Pusat Indonesian National Shipowners Association (DPP INSA) melihat kondisi persaingan angkutan roro penumpang dengan moda transportasi lain sangatlah ketat.
Terutama dengan pesawat terbang dan perusahan pelayaran nasional baik kapal penumpang BUMN maupun logistik kontainer swasta.
Apalagi ditambah fasilitas dermaga sandaran kapal penumpang di pelabuhan sangat minim, sehingga kapal sering harus menunggu tempat sandaran antara 3 sampai 12 jam.
Wakil Ketua Bidang Roro dan Penumpang DPP INSA, Rachmatika Ardiyanto mengatakan, bahwa dari sisi angkutan penumpang, kapal roro harus bersaing dengan kapal penumpang milik perusahaan BUMN (PT PELNI) yang mendapatkan subsidi hibah kapal dan PSO (Public Service Obligation) dengan nilai yang sangat besar dari pemerintah.
"Sedangkan kami, mulai dari investasi kapal hingga biaya operasional semuanya dibiayai sendiri," ungkap Rachmatika di Surabaya, Kamis (08/8/2024).
Sementara itu, Rachmatika menyebut jika tarif yang dikenakan perusahaan kapal roro kepada penumpang tidak bisa terlalu tinggi karena pertimbangan sensitifitas pasar. Apabila selisih tarif sedikit saja, maka pasar akan berpindah.
"Hal ini dikarenakan penumpangnya adalah masyarakat kelas bawah," tegasnya.
Terlebih saat ini beredar isu terkait rencana kebijakan penurunan harga tiket pesawat dengan menghapus beberapa kompononen biaya yang ada.
Antara lain seperti penghapusan berbagai pajak mulai dari BBM, Sparepart yang selama ini dikenakan untuk penerbangan, dan bahkan biaya kepalabuhanan seperti ground handling, landing fee, dan lain-lain.
"Semua pembebasan biaya itu bertujuan agar tarif tiket pesawat bisa lebih murah dan terjangkau. Padahal kita tahu pengguna pesawat adalah segmen atas. Yang seharusnya tidak terlalu terpengaruh dengan besaran tarif. Jika tarif tiket pesawat dipaksa turun oleh pemerintah dengan fasilitas insentif, maka tarif tiket pesawat akan mendekati dengan tarif kapal penumpang dan tentu kondisi ini akan membuat perusahaan kapal penumpang roro semakin terpuruk. Karena penumpang tentu akan berpindah ke pesawat yang memiliki keunggulan dari sisi kecapatan waktu tempuh," ujar Rachmatika.
Saat ini pun, kapal roro untuk rute-rute tertentu dikatakan Rachmatika sudah kesulitan bersaing dengan pesawat karena harganya hampir sama. Misal untuk penerbangan Surabaya-Balikpapan sempat hanya di kisaran harga Rp600.000. Sedangkan kapal roro dengan tujuan yang sama Rp450.000. Selisihnya sangat tipis.
Apalagi bila biaya penerbangan mendapatkan insentif dari pemerintah, tentu harga tiket pesawat akan semakin lebih murah.
"Tentu ini bisa menghancurkan perusahaan pelayaran penumpang," ucapnya.
Sementara dari sektor barang, kapal roro angkutan laut juga harus bersaing dengan kapal kontainer. Dimana Kapal kontainer cenderung lebih efisien, karena dengan besaran kapal yang sama bisa mengangkut barang hingga lima sampai tujuh kali lipat karena kontainer bisa di staking atau ditumpuk jauh lebih banyak dari yang diangkut kapal roro.
Dengan demikian, kapal kontainer bisa menerapkan harga jauh lebih murah jika dibandingkan kapal roro.
"Hal ini terpaksa kami ikuti juga, karena jika tidak, maka tidak ada pemilik barang yang mau mengikuti kapal roro. Sebagai gambarannya bila dibandingkan dengan lintas penyeberangan misalnya, Padangbai-Lembar, harga tiket truk per mil nya adalah Rp100 ribu/mil. Sedangkan kapal roro untuk lintas Semarang-Kumai tarif per mil nya sebesar Rp40 ribu/mil. Jadi terpaksa tarif kapal roro long distance harus lebih murah sebesar 60% dari kapal angkutan penyeberangan," ujar Rachmatika.
Kondisi ini jika tidak diperhatikan dan didukung oleh pemerintah, seperti halnya sektor transportasi udara, jelas Rachmatika, maka pengusaha pelayaran penumpang roro akan kesulitan mengoperasikan kapalnya. Dan dikhawatirkan sisi kenyamanan dan keselamatan penumpang akan dikorbankan sebelum tidak bisa mengoperasikan kapalnya.
Rachmatika dengan tegas berharap agar pemerintah tidak menganaktirikan perusahaan pelayaran swasta dengan yang selama ini telah memberikan sumbangsih cukup besar bagi perekonomian dan pembangunan lintas wilayah. Ia mendorong pemerintah memberikan perlakuan setara kepada operator kapal penumpang swasta.
"Kami juga menginginkan bahwa perlakuan tersebut yang diberikan kepada kami selaku operator kapal penumpang swasta, seperti misalnya biaya sandar yang lebih murah, pembebasan pajak BBM dan Sparepart, pembebasan biaya PNBP dan biaya yang lain seperti halnya moda udara, sehingga ada kesetaraan yang sama dengan lainnya, karena kami sudah tidak mendapatkan Subsidi PSO," tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait