SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Polemik bisnis Kampoeng Roti semakin memanas. Fakta ini membuat Pengamat Hukum Pidana Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, S.H., M.Hum angkat bicara, ia menanggapi sengketa kasus hukum bisnis waralaba Kampoeng Roti.
Kasus yang melibatkan dua pemilik waralaba Kampoeng Roti, Darma Surya (DS) dan Glenn Muliawan (GM) saat ini tengah ditangani oleh dua unit, Ditreskrimum dan Ditreskrimsus Polda Jatim.
DS melaporkan GM terkait dugaan penipuan dan penggelapan dan kasus tengah ditangani Penyidik Ditreskrimum Polda Jatim dengan laporan pidana pokok Pasal 372, Pasal 378 dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Namun di tengah proses penyidikan, Ditreskrimsus Polda Jatim juga melayangkan surat undangan klarifikasi terhadap akunting Kampoeng Roti bernama Purwanti yang menjadi saksi kunci DS dengan laporan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Prof Nur Basuki menilai, laporan ke Ditreskrimum semestinya merupakan satu kesatuan. Sebab laporan itu sudah meliputi dugaan penipuan, penggelapan dan TPPU. "Kemudian terlapor (GM) melaporkan ke Ditreskrimsus dengan laporan TPPU," katanya, Kamis (15/8/2024).
Memang, lanjutnya, TPPU merupakan tindak pidana khusus. Tetapi yang perlu diingat bahwa TPPU itu merupakan tindak pidana lanjutan dari predicate crime yaitu dalam hal ini Pasal 378 dan 372.
"Sehingga menurut pendapat saya, sebetulnya sama kan hanya dibalik gitu aja kan? Yang satu sebagai pelapor, satu sebagai terlapor. Kalau di dalam krimum, pelapornya adalah X terlapornya AE. Di krimsus pelapornya AE, terlapornya X gitu," ujarnya.
"Nah, terkait dengan itu menurut pendapat saya, yang lebih berwenang, bukan yang berwenang lho ya, karena ya sama-sama berwenang antara krimum dan krimsus. Tetapi menurut saya, yang lebih berwenang itu adalah krimum," tegasnya.
"Kenapa kok begitu? Karena predicate crime nya itu 372 dan 378 itu merupakan tindak pidana umum, sehingga itu merupakan domain dari kriminal umum, bukan kriminal khusus," jelasnya.
Artinya, apakah dalam hal ini TPPU tidak bisa berdiri sendiri? "Iya, sebenarnya TPPU itu adalah tindak pidana lanjutan, gitu, jadi yang lebih berwenang itu adalah kriminal umum," tegasnya.
Dalam UU Hukum Pidana, ia tak memungkiri bahwa TPPU bisa disidik tanpa menyidik predicate crime. Namun berbeda dengan praktek.
"Tetapi kalau di dalam praktek, itu sangat sulit. Maka di dalam praktek itu yang terjadi meskipun tindak pidana asalnya itu tidak dibuktikan, tapi paling tidak ada yang namanya bukti permulaan yang cukup karena (tindak pidana, red) asal itu diberlakukan," ucapnya.
"Itu sudah bisa dipastikan bahwa TPPU lahir dari pidana pokok, ya logika begitu, paling tidak harus ada bukti awal. Kalau tidak kan namanya fitnah itu," tambahnya seraya memberikan contoh, misal apabila aparat menangkap orang kaya dengan dugaan pencucian uang namun tidak tahu sumber uang itu dari mana asalnya karena tidak mengantongi bukti awal terlebih dahulu.
"Paling tidak aparat penegak hukum punya bukti permulaan," tandasnya.
Ia juga menyoroti bahwa terkadang dalam menindaklanjuti laporan, aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian tidak mempunyai sistem online untuk mengetahui apakah suatu kasus pernah dilaporkan sebelumnya ataupun tidak.
"Kalau sudah dilaporkan, siapa yang menangani, mestinya kan harus ada sistem yang bisa men-trace soal itu kan, sehingga tidak terjadi seperti ini kan gitu," ujarnya.
"Kalau itu sudah ditangani oleh krimum, ya mestinya ini kan dengan satu atap Polda (Jatim) ya mestinya harus koordinasi kan gitu kan? Kan mudah untuk koordinasinya," ungkap Prof Nur Basuki.
"Karena laporannya ini tinggal dibolak-balik, ya mestinya diserahkan kepada krimum supaya di dalam proses penyidikan itu bisa berjalan dengan lancar dan itu bisa komprehensif," tambahnya.
Seandainya pelapor yang melakukan pelaporan di krimsus akan tidak jadi masalah ketika dia melaporkan kasus ini ke krimum?
"Iya, tidak ada masalah. Ini kan masalahnya yang satu krimum, karena dia melihatnya dia TPPU. Tetapi perlu dilihat di sini bahwa predicate crimenya ada tindak pidana umum," ujarnya.
Secara terpisah, Kasubdit II Perbankan Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Damus Asa mengatakan bahwa terbitnya sprinlidik tersebut sudah sesuai dengan kewenangan.
"Kalau pelapor mempertanyakan terbitnya surat (sprinlidik) dia mempertanyakan ke siapa? Belum, nggak pernah ada mempertanyakan ke sini," kata AKBP Damus.
"Kalau mempertanyakan ya silahkan ke sini, hadirkan plan nya, pertanyakan ke sini. Kita nggak mungkin nangani perkara tanpa adanya laporan dari masyarakat," ujarnya menambahkan.
"Kalau merasa benar, ya nggak apa-apa tanyakan ke kita, kalau mereka benar ya ngapain kita proses? Kita kan melayani pengaduan masyarakat kita layani semua," ujarnya.
Sementata itu, kuasa hukum pelapor, Dr Cristabella Eventia mempertanyakan terbitnya surat undangan sprinlidik no 1775/ VII/ RES.2.6/ 2024. Ia menilai sprinlidik ini membuat kasus semakin bias karena sebelumnya sudah ditangani Ditreskrimum.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait