Nasib baik tidak berpihak. Begitu perang selesai, Kabinet Hatta mengeluarkan kebijakan politik ReRa. Reorganisasi dan Rasionalisasi di tubuh militer Indonesia. Tentara yang ada di TNI ditata ulang. Mereka yang sebelumnya tergabung dalam laskar-laskar, diseleksi. Brigade Teratai tempat Kusni Kasdut bernaung dalam perjuangan kemerdekaan, tidak masuk daftar.
Setelah setahun menunggu, hari itupun tiba. Di Rampal Malang. Kusni mendapat selembar surat pernyataan bekas pejuang dari Rampal. Negara hanya mengakuinya sebagai bekas pejuang. Dia juga mendapat sedikit uang pemulihan. Namun ia dinyatakan bukan tentara.
Kusni merasa menjadi korban kebijakan demobilisasi. Hatinya panas. Ia mengutuk dirinya sendiri. "Namun, dia tidak berhenti di sana. Dia memutuskan untuk membalas dendam kepada negara yang "menghianati" dirinya dan memilih tempat "berseberangan"," tulis Daniel Dhakiade.
Faktanya, selembar surat pernyataan bekas pejuang itu, tidak banyak membantu hidupnya. Surat tersebut tidak berguna saat Kusni Kasdut mondar mandir mencari lowongan kerja. Malang, Surabaya, dan Jakarta ia datangi untuk mendapat pekerjaan yang pantas, termasuk orang orang yang dikenalnya di masa revolusi fisik ia temui. Semua tidak memberikan kesempatan untuknya.
Di sisi lain Kusni melihat negara yang kemerdekaanya pernah dia perjuangkan dikuasai orang-orang yang tidak ia kenal. Orang-orang kaya. Para politisi yang keluar masuk hotel mewah.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait