JOMBANG, iNEWSSURABAYA.ID – Momen serah terima jabatan (Sertijab) Bupati dan Wakil Bupati Jombang periode 2025-2030 di Gedung DPRD Jombang diwarnai insiden yang kurang mengenakkan bagi insan pers. Sejumlah wartawan mengaku dipersulit untuk meliput acara penting tersebut, memicu kekecewaan dan kecaman dari berbagai pihak.
Acara yang digelar pada Rabu (5/3/2025) malam itu turut dihadiri Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dan dijaga ketat oleh petugas keamanan. Namun, yang menjadi sorotan adalah kebijakan DPRD Jombang yang memperketat akses wartawan dengan alasan tidak memiliki ID card khusus dari sekretariat dewan (Setwan).
Sejumlah awak media, termasuk anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jombang, tertahan di luar gerbang gedung DPRD. Mereka mengaku kecewa dan menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk pembatasan terhadap kebebasan pers.
Ketua PWI Jombang, Muhammad Mufid, menegaskan bahwa kerja jurnalis dilindungi oleh undang-undang dan tidak seharusnya dihalang-halangi.
"Sertijab ini adalah momen penting yang perlu diketahui publik. Wartawan memiliki peran besar dalam menyampaikan informasi secara transparan. Kami bukan pengemis yang harus dibatasi dalam bekerja," tegas Mufid.
Ia juga mempertanyakan kebijakan DPRD Jombang yang hanya memberikan satu ID card untuk puluhan wartawan yang bertugas.
"Kalau ruang paripurna dibatasi karena keterbatasan tempat, kami bisa memaklumi. Tapi, kenapa kami harus dicegat sejak di pintu gerbang? Ini jelas tindakan yang membatasi kerja jurnalis," lanjutnya.
Di sisi lain, Ketua DPRD Jombang, Hadi Atmaji, membantah adanya pembatasan terhadap wartawan. Ia menjelaskan bahwa hanya akses ke ruang paripurna yang dibatasi karena alasan protokol.
"Tidak ada larangan bagi wartawan untuk masuk. Namun, ruang rapat paripurna memang memiliki aturan khusus. Semua tetap bisa meliput dari luar," ujar Hadi.
Namun, ini bukan kali pertama DPRD Jombang menerapkan kebijakan pembatasan bagi awak media. Sebelumnya, kebijakan serupa juga pernah diterapkan, dengan jumlah ID card yang diberikan kepada wartawan sangat terbatas.
Peristiwa ini memicu perdebatan soal transparansi dan keterbukaan informasi publik di Jombang. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPRD seharusnya menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, terutama dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah.
Kasus ini menjadi alarm bagi semua pihak agar lebih menghargai kebebasan pers, yang merupakan pilar penting dalam demokrasi. Apakah ke depan DPRD Jombang akan lebih terbuka terhadap wartawan? Publik tentu menantikan jawabannya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait