SURABAYA - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak, kembali memimpin Jawa Timur untuk periode 2025-2030 dengan visi ambisius: "Jawa Timur Gerbang Baru Nusantara."
Visi tersebut menempatkan Jawa Timur sebagai pusat perdagangan dan konektivitas utama antara Indonesia bagian barat dan timur, sebuah posisi yang semakin strategis dengan bergesernya Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur.
Sebagai penyuplai utama komoditas pertanian dan produk industri ke Indonesia Timur, Jawa Timur memiliki potensi ekonomi yang besar.
Namun, potensi ini dihadapkan pada tantangan, terutama progres pembangunan IKN yang belum maksimal. Hal ini menjadi penghambat bagi terwujudnya visi "Gerbang Baru Nusantara."
Harliantara, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi (FIKOM) Universitas 17 Agustus 1945 (Untomo) Surabaya, menekankan pentingnya langkah-langkah konkret dan strategis untuk mewujudkan visi ini.
Ia juga menyoroti perlunya kejelasan dalam mendefinisikan "Nusantara" dalam konteks visi tersebut.
"Apakah Jawa Timur akan fokus pada peran sebagai penghubung ke IKN, atau justru memperkuat posisinya sebagai pusat ekonomi dan perdagangan untuk seluruh wilayah Nusantara? Ini perlu dirumuskan dengan jelas agar visi ini tidak kehilangan arah," ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Jawa Timur Gerbang Baru Nusantara, Peluang & Tantangan?" Jumat, 7 Maret 2025.
FGD tersebut juga menghadirkan Jairi Irawan, S.Hum., Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar; Baihaki Sirajt, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Accurate Research And Consulting Indonesia (ARCI); dan H. Irwan Setiawan, Ketua DPW PKS Jatim.
Jairi Irawan melihat visi "Gerbang Baru Nusantara" sebagai pengikat yang mempersatukan visi dan misi seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur dengan Gubernur.
Keselarasan ini krusial agar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kabupaten/kota selaras dengan RPJMD Jawa Timur, sehingga visi Gubernur Khofifah dapat tercapai di seluruh wilayah.
"Itu sebagai spiritnya," tegasnya.
Di sisi lain, Baihaki Sirajt mengingatkan agar visi ini tidak sekadar jargon. Ia menekankan pentingnya implementasi 10 program pokok pemerintahan Khofifah-Emil, khususnya dalam 100 hari kerja pertama.
"Tetapi kalau nanti tidak ada progres, maka masyarakat akan menilai bahwa Gerbang Baru Nusantara ini hanya sekedar jargon, dan bahkan tidak menutup kemungkinan masyarakat akan menilai seperti IKN, antara maju dan tidaknya," tegasnya.
Sementara H. Irwan Setiawan, optimistis Khofifah-Emil dapat mewujudkan visi besar ini. Menurutnya, kunci keberhasilan terletak pada kolaborasi antara pemerintah, partai politik, swasta, dan masyarakat.
Jawa Timur memiliki potensi besar di sektor ekonomi, budaya, dan pariwisata yang, jika digarap serius, dapat menjadikan visi "Gerbang Baru Nusantara" bukan sekadar impian.
Ia juga menambahkan, keberhasilan Khofifah di periode pertama dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), menurunkan angka kemiskinan, dan kemiskinan ekstrem, menjadi bukti kemampuannya menghadapi tantangan.
"Ini kesempatan bagi Bu Khofifah di periode kedua ini," ujarnya.
Visi "Jawa Timur Gerbang Baru Nusantara" menyimpan potensi besar, namun juga dihadapkan pada tantangan nyata.
Implementasi yang efektif, kolaborasi yang kuat, dan kejelasan visi merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan ambisi besar ini.
Keberhasilan periode pertama Khofifah-Emil menjadi modal penting dalam menghadapi tantangan dan mewujudkan visi tersebut.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait
