Namun, bertahun-tahun berlalu, sertifikat tanah yang dijanjikan tidak kunjung selesai. Pada 2022, pihak bank justru meminta uang jaminan agar sertifikat bisa segera diproses.
"Suami saya setuju dan menyetor Rp200 juta untuk membuka rekening tabungan baru. Tapi setelah itu, buku tabungan dibawa oleh SPS dengan alasan akan mengawal prosesnya," jelas Siti.
Dua bulan kemudian, mereka menerima kabar bahwa proses sertifikat tidak bisa dilanjutkan karena kendala dari pihak bank. Ketika suami Siti ingin menarik tabungan Rp200 juta, pihak bank terus menghindar dan hanya mengarahkan mereka ke staf bawahan.
Sementara itu, Kepala Divisi Bisnis Bank Jombang, Usman, memberikan klarifikasi. Menurutnya, uang Rp200 juta masih bisa diambil, tetapi hanya oleh nasabah langsung.
"Yang selama ini datang itu istrinya, Bu Siti. Kami khawatir jika ada masalah di kemudian hari. Jadi, harus nasabah sendiri yang mengambil," kata Usman saat dikonfirmasi, Sabtu (8/3/2025).
Ia juga mengungkapkan bahwa suami Siti memiliki utang sekitar Rp800 juta di Bank Jombang, sehingga ada kewajiban yang perlu diselesaikan.
"Jika merasa dirugikan, kami juga dirugikan. Karena itu, lebih baik masalah ini diselesaikan dengan pertemuan bersama," tegas Usman.
Siti dan suaminya tetap berusaha mendapatkan kembali uang mereka. Namun, dengan adanya perubahan status tabungan menjadi deposito dan utang yang dikaitkan, masalah ini semakin kompleks.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyoroti transparansi perbankan dan perlindungan hak nasabah. Bagaimana kelanjutannya? Pantau terus update berita ini hanya di iNEWSSURABAYA.ID!
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait