SURABAYA, iNews.id - Peneliti dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS, Amien Widodo menjelaskan, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan.
Paling tidak ada 2 jenis air tanah, yaitu air tanah dangkal (air sumur) dan air tanah dalam (air tanah artesis). Air tanah tersimpan dalam diantara butiran lapisan batuan dan diantara rekahan batuan.
Amien Widodo mengatakan, masyarakat sudah akrab dengan air tanah ini. Bahkan selama ratusan tahun telah menggunakan air tanah atau air sumur karena merupakan salah satu sumber air bersih yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penggunaan air sumur pun beragam, mulai dari kebutuhan sanitasi hingga air minum sehari-hari.
"Dulu kita menggunakan air tanah (air sumur) untuk keperluan sehari-hari, dan kita ikut memelihara lingkungan agar kuantitas air sumur dan kebersihannya terjaga," katanya pada refleksi Hari Air Sedunia, Selasa (22/3).
Selama ini masyarakat mengetahui bahwa air tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui melalui proses siklus air yang sudah diajarkan selama ini. "Artinya ada Kawasan tempat meresapnya air dan ada Kawasan tempat keluarnya air," ucapnya.
Pertumbuhan penduduk akan peningkatan kebutuhan air dan kemajuan industri dan teknologi membutuhkan air lebih banyak lagi. Oleh karena kebutuhan sangat besar dalam waktu singkat, maka teknologi pompa airpun tambah canggih.
Menurut Amin, kebutuhan yang besar namun tidak diikuti upaya konservasi Kawasan resapan air tanah maka mulai muncul permasalahan.
Salah satu permasalahan yang pelik adalah amblesan. Air tanah berada di pori-pori batuan yang semulanya terisi air, setelah di ekstrasi menjadi kosong ketika air dipompa naik ke atas permukaan.
Antar butiran di bawah tanah terjadi pemadatan, sehingga akhirnya tanah bisa ambles sehingga bangunan dan infrastruktur di sekitarnya mengalami kerusakan.
Pengambilan air tanah tidak terkontrol serta tidak sesuai dengan ketersediaannya, sehingga berdampak pada kualitas dan kuantitas sumber air tersebut.
"Akibatnya ketersediaannya semakin berkurang dan menyebabkan krisis air tanah di beberapa daerah di Indonesia," tegasnya.
Ia menjelaskan, salah satu contoh pemanfaatan air tanah oleh petani untuk mengairi sawahnya ternyata dilakukan tidak secara bijak. Petani banyak yang memakai sumur bor untuk bisa mengairi sawahnya.
Penggunaan air sumur bor ini sendiri dilakukan secara terus menerus meski musim hujan dan 24 jam. Ini terjadi karena sumur bor yang digunakan mereka tanpa diberi kran untuk bisa mengatur kapan air itu dibutuhkan atau tidak.
Dan kondisi ini diperparah dengan belum adanya aturan spesifikasi dan jarak antar sumur bor. Padahal semua tahu bahwa untuk mengairi sawah tidak harus menggunakan air tanah sebab klas air tanah termasuk klas A (air minum).
Dampak akibat pengambilan air tanh oleh petani diantaranya banyak air yang terbuang percuma dan penururnan muka air tanah (air sumur) di Kawasan permukiman di sekelilingnya.
Beda lagi di perkotaan, Air Kemasan saat ini benar-benar telah mengubah cara pandang kita terhadap air sumur. Mereka bisa mempengaruhi hampir seluruh masyarakat bahwa Air Mineral Kemasan adalah air yang terbaik dan menyehatkan.
"Air mineral kemasan mengubah segalanya. Kita abai terhadap kuantitas dan kualitas air sumur, bahkan cenderung kita ditakut takuti kalau air sumur itu tidak bersih, tidak hygienis dan tidak sehat," ungkapnya.
Pemerintah, lanjut Amin, yang mestinya mengatur ikut terpangaruh. Kebutuhan air mineral ini sudah menjadi bagian hidup seluruh masyarakat.
Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum terlayani dengan baik dengan air bersih yang disediakan pemerintah (PDAM). Sehingga mereka menggunakan air sumur yang tidak dipelihara kebersihannya.
"Seperti air tanah di perkotaan atau di kawasan padat penduduk umumnya tidak memperhatikan pencemaran air sumur mereka, walau mulai ada perubahan warna, bau dan kekeruhan khususnya saat musim kemarau," tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait