Surabaya Tekan Pernikahan Dini hingga 61 Persen, Ini Strategi Jitu Pemkot yang Jarang Diungkap

Arif Ardliyanto
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, saat memaparkan kinerja di hadapan Tim Juri Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) Award melalui pertemuan daring, Kamis (12/6/2025). Foto iNewsSurabaya/arif

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mencatat pencapaian gemilang dalam upaya menekan angka pernikahan dini. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama, angka dispensasi kawin (diska) di Kota Pahlawan berhasil ditekan hingga 61,63 persen sepanjang tahun 2024.

Prestasi ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, saat memaparkan kinerja di hadapan Tim Juri Pencegahan Perkawinan Anak (PPA) Award melalui pertemuan daring, Kamis (12/6/2025).

“Tren penurunan ini menunjukkan hasil dari intervensi strategis yang kami lakukan, terutama di wilayah yang selama ini rawan praktik pernikahan siri usia dini,” ujar Eri.

Keberhasilan ini tak lepas dari inovasi kebijakan melalui kerja sama antara Pemkot Surabaya dan Pengadilan Agama. Salah satu terobosan penting adalah penerapan Memorandum of Understanding (MoU) di tingkat kelurahan, yang mengatur agar surat keterangan belum menikah (N1) tidak diberikan kepada pasangan di bawah usia ideal pernikahan.

Lebih lanjut, MoU tersebut juga mengikat suami agar tetap memberikan nafkah kepada anak pasca-perceraian. Jika kewajiban ini diabaikan, Pemkot berwenang memblokir KTP, akses BPJS, hingga bantuan sosial.

“Kebijakan ini terbukti menurunkan angka perceraian karena memberi efek jera dan tanggung jawab nyata,” tegas Eri.

Pemkot Surabaya juga mengembangkan sistem digital “Satu Data” untuk memantau secara real time putusan perceraian. Sistem ini langsung mencatat data dan memungkinkan tim Pemkot melakukan kunjungan berkala ke rumah warga.

“Kami bahkan mengusulkan skema pembayaran nafkah per enam bulan atau setahun di muka, sebagai bentuk pembelajaran dan jaminan bagi anak-anak,” kata Eri.

Eri menegaskan, capaian ini mendukung visi Surabaya sebagai kota humanis, berkelanjutan, dan ramah anak. Saat ini, Surabaya sudah tergabung dalam jejaring UNESCO Aspnet Cities dan menjadi kandidat program Child Friendly Cities Initiative (CFCI) dari UNICEF.

“Ini menjadi modal penting agar Surabaya terus memberikan perlindungan maksimal bagi perempuan dan anak,” ujarnya.

Tak hanya fokus pada kebijakan, Pemkot juga memperkuat edukasi melalui program-program seperti Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH), pusat pembelajaran keluarga (Puspaga), dan kegiatan di Balai RW.

“Kami tidak ingin hanya melarang, tapi juga memberi pemahaman. Tanpa edukasi, larangan justru bisa dilanggar,” imbuhnya.

Semua program ini masuk dalam dokumen perencanaan strategis daerah, mulai dari RPJMD Kota Surabaya 2021–2026 hingga RKPD tahun 2025.

Kesuksesan Surabaya juga ditopang oleh lembaga dan SDM yang terorganisir. Ada DP3APPKB, Satgas PKBM di tingkat kecamatan dan kelurahan, serta Fasilitator Puspaga di RW.

“Kami yakin perubahan dimulai dari akar, yakni keluarga dan lingkungan RW. Puspaga kami dorong agar menjadi motor perubahan sosial,” jelas Eri.

Selain itu, Pemkot menggandeng para konselor, kader PKK, relawan sekolah, Karang Taruna, hingga tokoh agama dalam setiap program edukasi dan sosialisasi.

“Kami libatkan semua pihak. Bahkan anak-anak dan keluarga kami jadikan pelopor dan pelapor, karena suara mereka penting,” tuturnya.

Pemkot Surabaya juga menghadirkan berbagai inovasi, seperti aplikasi Sayang Keluarga, kelas calon pengantin, hingga Puskesmas Ramah Anak. Bahkan, sebelum pernikahan, warga didampingi melalui program SSW Alfa.

“Semua saling terkoneksi dalam sistem monitoring dan evaluasi. Surabaya terus bergerak, karena kunci utama kami adalah sinergi dan gotong royong,” tegasnya.

Kepala DP3A-PPKB Surabaya, Ida Widyawati, menambahkan bahwa pihaknya juga menggiatkan program Kampung Ramah Perempuan dan Anak (KASRPA). Inisiatif ini mencakup indikator Kampung ASI, Kampung Aman, Kampung Belajar, hingga pengawasan jam malam anak.

“Kami sesuaikan pendekatan dengan karakter wilayah, dan menggandeng tokoh agama agar edukasi soal bahaya pernikahan dini lebih diterima masyarakat,” pungkasnya.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network