Syaiful menilai tindakan Sholeh berpotensi menyalahi Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI), khususnya Pasal 3 huruf g–h serta Pasal 4 huruf a. Aturan tersebut mewajibkan advokat menjaga martabat, berlaku jujur, dan bertanggung jawab.
Lebih jauh, penggunaan media sosial untuk mengajak masyarakat melakukan aksi pemakzulan dinilai mencederai profesi advokat yang semestinya mengedepankan etika hukum. “Profesi advokat tidak boleh dijadikan alat provokasi politik,” ujarnya.
Selain persoalan etika, aksi Sholeh juga berpotensi berbuntut panjang secara hukum. Syaiful menyebut, dugaan pelanggaran bisa masuk ke Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, serta pasal-pasal dalam UU ITE terkait penyebaran informasi menyesatkan dan pencemaran nama baik.
“Kalau dilihat secara hukum, apa yang dilakukan Sholeh berpotensi masuk ranah pidana,” jelasnya.
Situasi panas yang muncul dari manuver politik pribadi ini menunjukkan adanya dinamika serius di internal NasDem Jatim. Publik kini menanti, apakah rencana aksi Sholeh benar-benar akan digelar dan bagaimana langkah aparat hukum dalam menyikapi isu yang menyeret nama pejabat tinggi daerah.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
