SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Gelombang kritik mengalir deras dari berbagai lembaga pemerhati anak di Jawa Timur terkait dugaan tindakan represif aparat terhadap anak-anak yang ikut terseret dalam aksi demonstrasi 29–31 Agustus 2025. Mereka menilai, anak seharusnya mendapat perlindungan penuh, bukan perlakuan yang justru mengancam fisik maupun psikologis mereka.
Koalisi lembaga yang terdiri dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur, Unit Konsultasi dan Bantuan Hukum (UKBH) FH Unair, Airlangga Center Justice of Human Rights (ACJHR) FH Unair, Surabaya Children Crisis Center (SCCC), Jaringan Rakyat Peduli Keadilan (JARPEK), Wahana Visi Indonesia (WVI), Pusat Studi HAM (Pusham) Surabaya, LPA Muda Jawa Timur, ISCO Foundation, Kontras Surabaya, Yayasan Embun, hingga Yayasan PLATO menegaskan sikap mereka: anak yang terlibat dalam demonstrasi adalah korban, bukan pelaku.
Dalam pernyataannya, koalisi mendesak aparat segera menghentikan penangkapan anak, membuka informasi jumlah serta kondisi mereka, hingga memastikan hak pendidikan tidak dicabut. Mereka juga meminta pemerintah menyiapkan layanan psikologis, medis, hingga shelter aman bagi anak terdampak.
“Kami menegaskan, prinsip kepentingan terbaik anak harus dijunjung tinggi. Anak tidak boleh menjadi korban dari cara penanganan yang salah. Mereka perlu pendampingan hukum dan perlindungan, bukan tindakan represif,” tegas Edward Dewaruci, pemerhati anak dari LPA Jatim, Selasa (2/9/2025).
Selain penghentian kekerasan, koalisi juga menyoroti ketiadaan protokol khusus dalam menangani anak pada situasi darurat. Tanpa standar operasional yang jelas, risiko pelanggaran hak anak dikhawatirkan akan terus berulang.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
