Kisah Septina, Anak Papua yang Putuskan Kuliah Kedokteran Untag Surabaya Demi Atasi Krisis Dokter

Arif Ardliyanto
Mahasiswa Untag Surabaya, satu diganti adalah Anak Papua yang memutuskan Kuliah di FK Untag Surabaya Demi Wujudkan Mimpi Jadi Dokter. Foto iNewsSurabaya/arif

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Papua masih menyimpan persoalan besar di bidang kesehatan, salah satunya kekurangan tenaga dokter. Kondisi ini justru menjadi cambuk semangat bagi Septina Ulunggi, mahasiswi asal Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, yang kini menempuh studi di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.

Septina mengaku sejak lama menyimpan mimpi untuk menjadi seorang dokter agar bisa kembali mengabdi di tanah kelahirannya. Ia menyadari betul, masyarakat di daerahnya sering kesulitan mendapatkan layanan medis, bahkan untuk sekadar konsultasi dokter umum.

“Di Papua, sangat sulit mencari dokter medis. Kalau mencari spesialis, jauh lebih sulit lagi. Saya ingin kembali dan membantu masyarakat karena tenaga medis masih sangat terbatas,” ungkap Septina saat mengikuti PKKMB FK Untag Surabaya, 3–4 September 2025.


Mahasiswa Untag Surabaya, satu diganti adalah Anak Papua yang memutuskan Kuliah di FK Untag Surabaya Demi Wujudkan Mimpi Jadi Dokter. Foto iNewsSurabaya/arif

Kisah Septina langsung mendapat perhatian dari Dekan FK Untag Surabaya, dr. Poerwadi, Sp.B., Sp.BA., Subsp.D.A.(K). Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa FK Untag tidak hanya mencetak dokter yang cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki jiwa patriotik dan kemanusiaan.

“Lakukan segala sesuatu dengan hati. Menjadi dokter bukan hanya soal ilmu, tapi juga empati dan simpati dalam melayani,” pesannya.

Sebagai dokter bedah anak yang berpengalaman menangani ratusan operasi bayi kembar siam, dr. Poerwadi menekankan pentingnya nilai kemanusiaan dalam profesi kedokteran.

Hal senada disampaikan dr. Dewi Kusumawati, Sp.DVE, Kaprodi Profesi Dokter FK Untag Surabaya. Ia mengingatkan mahasiswa baru untuk mencintai proses belajar.

“Menjadi dokter adalah perjalanan belajar seumur hidup. Nikmati prosesnya, jangan hanya berorientasi pada hasil,” ujarnya.

Pada hari kedua PKKMB, mahasiswa juga mendapat pembekalan dari dr. Adinda Istantina, Sp.KJ, terkait kesehatan jiwa. Ia menyoroti fakta penelitian tahun 2018 yang menyebutkan mahasiswa kedokteran memiliki kerentanan tinggi terhadap gangguan mental.

“Kami ingin menghadirkan pendidikan kedokteran yang humanis dan nyaman. Mengenali kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam diri akan membantu mahasiswa menjalani kehidupan akademik dengan seimbang,” jelasnya.

PKKMB FK Untag Surabaya ditutup dengan sesi kebersamaan penuh makna. Mahasiswa dan dosen berbagi kisah perjuangan hidup, mulai dari keterbatasan ekonomi, runtuhnya keluarga, hingga alasan memilih jalur kedokteran. Momen ini menumbuhkan ikatan emosional dan solidaritas di antara mereka.

Perjalanan mendirikan FK Untag Surabaya sendiri membutuhkan waktu tujuh tahun. Kini, hadirnya angkatan pertama menjadi tonggak penting lahirnya harapan baru di dunia pendidikan kesehatan.

FK Untag Surabaya juga menegaskan komitmen memberikan pendidikan berkualitas dengan biaya lebih terjangkau, sehingga dapat membuka akses seluas-luasnya bagi calon dokter dari berbagai latar belakang, termasuk anak-anak dari daerah terpencil seperti Papua.

Kisah Septina Ulunggi adalah bukti bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk meraih cita-cita. Dengan tekad kuat dan dukungan pendidikan yang tepat, mimpi menghadirkan lebih banyak dokter untuk Papua bukan lagi sekadar angan.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network