Sebagai solusi, tim menghadirkan Mesin Fiksasi, sebuah teknologi tepat guna yang mampu meningkatkan kapasitas produksi hingga 10 kali lipat—dari hanya dua potong menjadi 20 potong kain per jam. Tak hanya mempercepat proses, hasil warna batik juga lebih tajam, awet, dan bernilai jual tinggi.
Selain inovasi mesin, para dosen juga memberikan pelatihan digital marketing, strategi branding, hingga penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Langkah ini diharapkan membuat UMKM batik Jombangan lebih siap menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat.
Kusmiasih, pemilik Batik Tulis Hadi Siswo, mengaku merasakan perubahan besar.
“Dengan adanya mesin fiksasi, produksi kami jauh lebih cepat dan kualitas batik meningkat. Ditambah pendampingan pemasaran digital dan branding, usaha kami makin siap bersaing sekaligus mendukung sektor pariwisata Jombang,” ungkapnya.
Program yang didukung penuh oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemdiktisaintek ini tak hanya fokus pada peningkatan kapasitas produksi, tetapi juga bertujuan memperkuat identitas batik Jombangan sebagai produk budaya unggulan.
“Kami berharap batik Jombangan mampu menjadi ikon yang mendukung pariwisata sekaligus penggerak ekonomi kreatif daerah,” tegas Dr. Woro.
Dengan sinergi akademisi, pelaku UMKM, dan dukungan pemerintah, batik Jombangan berpotensi besar menembus pasar lebih luas serta memperkuat citra Kabupaten Jombang sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Jawa Timur.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
