SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Industri asuransi umum di Indonesia mencatat kinerja positif. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per September 2025, total pendapatan premi asuransi dan reasuransi umum mencapai Rp91,13 triliun, tumbuh 2,67 persen year on year (yoy).
Sementara total aset industri mencapai Rp1.169,64 triliun, meningkat 3,30 persen dibanding tahun sebelumnya. Untuk pendapatan premi asuransi dan reasuransi
Umum Januari–Juli 2025 tumbuh 2,67 persen yoy dengan nilai Rp91,13 triliun.
Secara umum, permodalan industri Asuransi dan Reasuransi Umum masih solid dengan tingkat Risk Based Capital (RBC) mencapai 312,08 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan minimum sebesar 120 persen. Dari sisi klaim, pada Juli 2025, klaim asuransi umum tercatat meningkat tipis 2,07 persen menjadi Rp28,69 triliun.
Meski mengalami peningkatan, industri asuransi umum masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya terkait rendahnya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan pentingnya berasuransi.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Surabaya, Adi Maryadi menyampaikan, banyak masyarakat yang memahami risiko finansial, namun belum memiliki kebiasaan untuk melindungi aset melalui asuransi. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya sosialisasi dan penetrasi pasar, terutama di daerah-daerah seperti Lamongan dan Blitar.
“Kesadaran berasuransi masih rendah. Padahal, premi asuransi umum sebenarnya sangat terjangkau. Contohnya, asuransi Greenhouse senilai Rp100 juta hanya berpremi sekitar Rp300 ribu per tahun, atau setara seribu rupiah per hari,” katanya usai acara Semarak Insurance Day 2025 dan Fun Run di Lagoon Avenue Mall Surabaya, Sabtu (1/11/2025).
Adi menilai, literasi dan inklusi menjadi dua sisi tantangan yang berbeda. Jika literasi meningkat, masyarakat lebih paham fungsi asuransi. Namun inklusi membutuhkan keyakinan dan kemauan untuk membeli produk perlindungan.
“Industri asuransi ini unik. Literasinya tinggi, tapi inklusinya rendah. Artinya orang tahu manfaatnya, tapi belum mau beli. Ini berbeda dengan perbankan yang inklusinya justru lebih tinggi daripada literasinya,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa sebagian besar produk asuransi umum masih terkonsentrasi di kota besar dan kalangan korporasi, seperti asuransi properti (40 persen), kendaraan (30 persen), serta ekspor-impor atau kargo. Sementara di sektor masyarakat menengah dan pertanian, penetrasi masih terbatas.
“Kami sudah bekerja sama dengan OJK dan pemerintah daerah untuk mengembangkan asuransi pertanian agar lebih dekat ke masyarakat. Ini bagian dari upaya memperluas jangkauan inklusi,” ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan laporan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025, indeks literasi
perasuransian meningkat signifikan menjadi 45,45% dari sebelumnya 36,9 persen. Sementara indeks inklusi
juga melonjak menjadi 28,50 persen dari 12,12 persen.
Pencapaian ini menunjukkan semakin luasnya pemahaman
dan keterlibatan masyarakat terhadap asuransi, yang salah satunya didorong oleh hadirnya fitur proteksi dalam layanan belanja online.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
