SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Di tengah derasnya arus digitalisasi, para seniman dituntut tidak hanya berkarya, tetapi juga beradaptasi. Tantangan itu mencuat dalam gelaran Semarak Budaya bertema “Tantangan dan Peluang Kesenian Tradisional di Era Digital”, yang digelar Kementerian Kebudayaan RI bersama Komisi X DPR RI di Surabaya, Minggu (16/11/2025) siang.
Di hadapan para pegiat seni, akademisi, hingga komunitas budaya, Dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Joko Winarko yang akrab disapa Joko Porong menyampaikan pesan lantang. Menurutnya, seniman masa kini tidak boleh hanya menjadi penonton dalam pusaran teknologi.
“Seniman harus mentransformasikan zaman kepada penontonnya," katanya.
Joko menilai, era digital menghadirkan tantangan sekaligus peluang besar bagi seniman. Namun kunci utamanya bukan semata kemampuan mengoperasikan teknologi, melainkan kesiapan mental untuk berubah.
“Kita ini harus pintar meng-update metode lama agar relevan. Kesenian itu harus seperti air, mengikuti lekukan sungai,” ujarnya.
Ia menyebut masih banyak seniman yang terjebak pada idealisme kaku sehingga kesulitan bersentuhan dengan audiens generasi Z yang hidup dalam dunia serba daring.
Gelaran Semarak Budaya di Surabaya mendorong seniman lebih adaptif terhadap era digital. Joko Porong menegaskan pentingnya transformasi metode agar kesenian tradisional tetap relevan bagi generasi muda. Foto iNewsSurabaya/amin
Dalam paparannya, Joko menekankan bahwa digitalisasi membuka panggung yang lebih luas. Seni tradisional yang dulu hanya ditonton warga sekitar kini bisa melintasi negara dan benua.
“Sekarang penontonnya bisa internasional, bukan cuma tetangganya sendiri,” tegasnya.
Namun, ia menyayangkan kenyataan bahwa beberapa karya berkualitas justru sulit menjangkau penonton yang tepat. Banyak pertunjukan hanya disaksikan lingkaran pertemanan atau audiens yang datang “karena kasihan”, bukan karena memahami esensi karyanya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
