MALANG, iNewsSurabaya.id – Semangat perjuangan mahasiswa kembali menyala. Ratusan kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya menghabiskan tiga hari penuh untuk memperdalam ideologi kebangsaan dalam Kaderisasi Tingkat Dasar (KTD) di Wisma Marhaen, Kabupaten Malang.
Suasana pelatihan tak hanya diwarnai materi kelas. Ada percakapan panjang hingga larut malam, diskusi kecil di halaman wisma, dan kisah-kisah tentang idealisme yang ingin mereka perjuangkan sebagai kaum muda. Semua itu terasa seperti ruang untuk “mengisi ulang” energi gerakan mahasiswa di tengah arus pragmatisme dunia kampus.
Kegiatan ini mengusung tema “Membentuk Insan Yuris Pejuang Pemikir-Pemikir Pejuang Guna Melahirkan Kader yang Marhaenis dan Patriotik.” Intinya, GMNI ingin menciptakan lulusan ahli hukum yang tidak hanya kuat secara akademik, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan keberpihakan pada rakyat kecil.
Ratusan kader GMNI Hukum Untag Surabaya mengikuti Kaderisasi Tingkat Dasar di Malang untuk memperkuat ideologi Marhaenisme dan semangat perjuangan mahasiswa. Foto iNewsSurabaya/ist
Ketua Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 Surabaya, J. Subekti, S.H., M.M., hadir sebagai narasumber utama. Subekti yang dikenal luas sebagai aktivis senior menegaskan bahwa nilai-nilai perjuangan Bung Karno tetap relevan di tengah tantangan zaman.
“Hukum itu bukan alat menekan, tapi alat pembebasan. Marhaenisme memberi kita cara melihat ketidakadilan sosial dan mendorong kita untuk memperjuangkan perubahan,” tegasnya di hadapan para peserta.
Dalam sesi bertajuk “Sejarah Pergerakan”, Subekti tidak hanya menceritakan kronologi sejarah. Ia mengajak para mahasiswa masuk lebih dalam pada nilai-nilai keberpihakan yang diwariskan Bung Karno. Sesekali suasana ruangan hening ketika ia berbicara tentang “obor kesadaran” yang harus terus dijaga oleh generasi muda.
“Kalau Bung Karno bisa terus menyuarakan keberanian dan ideologinya tanpa lelah, maka tugas kita adalah menjaga estafet itu. Kader GMNI harus menjadi yuris patriotik yang membela kaum Marhaen,” ujarnya.
Para peserta merespons antusias. Banyak dari mereka yang mengaku mendapatkan perspektif baru tentang bagaimana hukum seharusnya menjadi alat untuk membela publik, bukan sekadar teks pasal dan teori.
Selama tiga hari, para kader GMNI berdiskusi intens terkait implementasi ajaran Bung Karno, situasi sosial politik terkini, hingga tantangan masa depan yang harus mereka hadapi sebagai generasi muda.
KTD ditutup dengan pembacaan komitmen bersama. Para peserta berjanji membawa semangat perjuangan itu kembali ke kampus dan meneruskannya dalam gerakan mahasiswa yang lebih humanis, kritis, dan berakar pada nilai-nilai kerakyatan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
