Kasus Sertifikat Ganda BPN, Pakar Hukum Ingatkan Ada Sanksi Administrasi hingga Pidana

Arif Ardliyanto
Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., Foto iNewsSurabaya/ist

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kasus terbitnya sertifikat ganda atas lahan milik Jusuf Kalla (JK) oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyita perhatian publik. Kalangan akademisi hukum menilai, peristiwa ini tidak hanya mencoreng kredibilitas lembaga pertanahan, tetapi juga mengancam asas kepastian hukum yang dijunjung tinggi dalam sistem agraria nasional.

Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., menegaskan bahwa kasus tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap administrasi pertanahan.

“Secara prinsip, satu bidang tanah hanya boleh memiliki satu sertifikat yang sah. Jika BPN menerbitkan lebih dari satu sertifikat untuk lahan yang sama, maka jelas terdapat cacat administrasi dan pelanggaran asas kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria,” ujarnya, Sabtu (9/11/2025).

Lebih lanjut, Dr. Yovita menjelaskan bahwa tindakan administratif semacam ini dapat menimbulkan sanksi hukum bagi pejabat BPN yang terlibat. Berdasarkan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pelanggaran bisa dikenai sanksi mulai dari teguran hingga pemberhentian.

Namun, bila ditemukan unsur kesengajaan dalam penerbitan sertifikat ganda tersebut, maka kasus dapat berlanjut ke ranah pidana.

“Apabila ada niat atau tindakan manipulatif, seperti pemalsuan dokumen atau penyalahgunaan wewenang, maka bisa dijerat pasal 263 atau 421 KUHP. Bahkan, jika menimbulkan kerugian negara, bisa masuk kategori tindak pidana korupsi,” tegasnya.

Dalam perspektif hukum, pemilik lahan yang sah berhak memperoleh perlindungan dan keadilan. Negara, kata Dr. Yovita, memiliki tanggung jawab untuk menjamin hak kepemilikan tanah warga dan memberikan kompensasi apabila terjadi kesalahan administrasi oleh aparat negara.

“Pemilik tanah yang dirugikan dapat menempuh jalur administratif terlebih dahulu dengan mengajukan keberatan ke kantor pertanahan setempat. Jika tidak ada hasil, mereka bisa menggugat ke PTUN atau melalui jalur perdata untuk meminta ganti rugi,” jelasnya.

Editor : Arif Ardliyanto

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network