Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya harus kehilanagn salah satu guru besarnya. Prof. Dr. Sam Abede Pareno, MM., MA. meninggal dunia setelah berjuang melawan stroke di RSAL Dr Ramelan, Surabaya.
Prof Sam yang memiliki nama asli Hasan Abdullah Attamimi memang belum lama bergabung dengan Untag. Namun banyak pemikiran-pemikiran dan ide-ide cemerlang untuk diterapkan di kampus merah putih ini. “Kami keluarga besar Untag Surabaya, berduka atas kepergian Prof. Dr. Sam Abede Pareno, MM., MA.,” kata Kabag Humas Untag Surabaya, Karolin Rista
Olin panggilan akrab Karolin menuturkan, banyak pemikiran yang mewarnai perjalanan civitas akademika Untag Surabaya. Bahkan pemikiran-pemikiran tersebut menjadi landasan untuk membangun kampus yang memiliki jurusan Komunikasi ini.
“Keuletan dan kerja keras beliau ditunjukan dengan sangat jelas bahkan hingga akhir usianya. Selamat Jalan Prof, terimakasih untuk keteladanan dan kebersamaan serta pengabdian Prof di kampus Merah Putih,” ungkapnya.
Prof Sam, Selasa 19 April lalu meninggalkan di RSAL Ramelan Surabaya, setelah dirawat selama empat hari akibat serangan stroke. Dia meninggalkan rumah sakit setelah kesehatannya mengalami kemajuan. Dari yang tidak dapat berkomunikasi dan mengangkat kedua tangan, hingga akhirnya dapat dilakukan.
Perjalanan hidup Prof Sam penuh dengan inspirasi, Ia lahir di Seram, Maluku 74 tahun lalu, datang ke Surabaya sebagai perantau. Dia mulanya bergabung dengan Agil H. Ali, yang mendirikan koran Mingguan Mahasiswa, embrio harian Memorandum, tahun 1974-1975.
Prof Sam tidak hnya bekerja, tapi juga menjaga Agil. Ada suatu peristiwa di masa itu, ketika Agil dipukul oleh kelompok preman yang menguasai sebuah klub di JalanTunjungan. Prof Sam muda yang tidak terima segera datang ke Tunjungan dan menghajar para preman itu sampai mereka takluk.
Sam Abede memang keras, tapi sebenarnya berhati lembut. Dia juga seorang seniman, dan aktif bermain drama dengan mendirikan Teater Merdeka bersama aktor Anang Hanani, Fadjar Andah dan Sujak Amin. Sam juga bergabung dengan Bengkel Muda Surabaya (BMS), dan pernah menjadi ketuanya, serta menjadi pengurus Dewan Kesenian Surabaya (DKS). Sam termasuk aktor papan atas Surabaya, saat itu.
Sebagai jurnalis yang ditekuninya selama 25 tahun, Sam Abede pernah bekerja di lima media, termasuk harian Suara Indonesia dan Jawa Pos. Bertahun-tahun dia menulis ‘Jati Diri’, tajuk rencana pada Jawa Pos. Konon yang menemukan rubrik "Jati Diri" itu adalah Sam Abede.
Prof. Dr. Sam Abede Pareno, MM., MA memiliki karya-karya yang diwujudkan dalam buku
Menulis telah dilakukannya sejak Sekolah Rakyat. Hingga terakhir almarhum sudah menulis 35 judul buku, mengenai apada saja; sastra, politik, sosial, filsafat, budaya dan jurnalistik. Sejak 2006, Prof. Sam, Abede adalah guru besar pertama di bidang manajemen media massa dan etika pers di Universitas Dr. Sutomo, Surabaya. Dari almamaternya ini tahun 2017 dia mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement.
Prof. Sam adalah penulis yang sangat produktif. “Menulis adalah nafas saya. Setiap hari saya harus menulis sedikitnya 15 halaman. Harus. Tidak boleh tidak menulis. Itu saya lakukan sejak muda,” pesan yang terus diucapkan kepada mahasiswanya.
Pagi ini, Prof. Sam meninggal dunia di rumahnya di Mulyosari Tengah V nomer 37, sepuluh hari setelah ke luar dari rumah sakit. Dia meninggalkan banyak murid, sahabat, pengalaman dan karya. “Keuletanmu akan menjadi teladan bagi kita semua,” ungkap Olin.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait