get app
inews
Aa Read Next : Aktivis Lingkungan Desak Konjen Jepang Hentikan Pengiriman Sampah Plastik ke Indonesia

Tata Kelola Sampah Buruk, Sungai Belitung Terkontaminasi Mikroplastik

Senin, 08 Agustus 2022 | 15:37 WIB
header img
Tim ESN terus menyusuri sungai-sungai di Indonesia. (Foto: ESN for iNewsSurabaya.id)

BANGKA BELITUNG, iNewsSurabaya.id - Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) berkolaborasi dengan Tarsius Center Indonesia melakukan uji kualitas air sungai di Pulau Belitung.

Sungai yang diuji kualitasnya adalah sungai Siburik, Intake PDAM di Kolong Bekas Tambang di Air Serekuk dan sungai Batu Mentas di Kabupaten Belitung dan Sungai Manggar dan tebat Rasau di Belitung Timur.

“Temuan kami menunjukkan bahwa sungai-sungai di Belitung telah tercemar mikroplastik, Sungai Siburik yang ada di tengah kota Belitung kadarnya mencapai 20 partikel dalam 100 liter sementara sungai Manggar di Belitung timur sebanyak 108 partikel dalam 100 liter air,” ungkap Prigi Arisandi, Senin (08/8/2022).

Lebih lanjut peneliti ESN ini menjelaskan, bahwa mikroplastik yang ada di sungai berasal dari limbah cair domestik yang dibuang tanpa proses pengolahan dari pemukiman, perkantoran dan hotel. Sedangkan sumber lainnya adalah hasil fragmentasi atau proses pemecahan sampah-sampah plastik yang dibuang ke sungai.

Selain melakukan uji mikroplastik tim ESN dan TCI juga melakukan uji kualitas air dengan menggunakan 11 parameter yang mengacu pada baku mutu air sungai dan baku mutu air danau, mengacu pada PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup. 

“Semua sungai yang kami teliti menunjukkan pencemaran Khlorin dan Phospat, sedangkan untuk logam berat yang kadarnya tinggi melampaui baku mutu adalah kadar Tembaga dan kadar Mangan di sungai Siburik,” ujar Prigi.

Direktur Eksekutif Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai (INSPIRASI) mengungkapkan, kadar khlorin yang tinggi berasal dari limbah perkebunan yang menggunakan pestisida. Kadar phospat sendiri berasal dari penggunaan pupuk perkebunan yang tersambung salurannya dengan perairan terbuka atau sungai. 

“Selain dari aktivitas perkebunan pencemaran Phospat dan Khlorin bisa juga berasal dari limbah domestic rumah tangga dari penggunaan detergen dan bahan-bahan pemutih dan desinfektan, limbah cair dari rumah tangga langsung dibuang ke sungai tanpa pengolahan sehingga meningkatkan beban pencemaran di Sungai,” terangnya.

Ketua TCI Budi Setiawan menambahkan, rendahnya kesadaran masyarakat juga menjadi faktor yang mendorong masih banyaknya pembuangan sampah plastik ke sungai.

"Layanan sampah belum optimal di Belitung juga menyebabkan masih banyak warga yang membuang sampahnya langsung ke sungai," tuturnya.

Mikroplastik Mengikat Logam Berat

Kepala Laboratorium Mikroplastik Ecoton, Rafika Aprilianti, menjelaskan bahwa mikroplastik merupakan partikel berukuran 5mm yang bersumber dari pemecahan/remahan sampah plastik.

"Itu berasal dari packaging gatau bungkus personal care dan bungkus plastik makanan minuman, tas asoy, sedotan dan Styrofoam," jelasnya.

Rafika menuturkan, mikroplastik berbahaya karena bisa mengikat polutan yang ada di perairan detergen,pestisida dan logam berat di perairan.

“Mikroplastik mempunyai sisi aktif yang bisa mengikat apapun disekitar perairan yang tercemar seperti detergen, pestisida bahkan logam berat. Selama sisi aktifnya masih ada, polutan-polutan akan menempel dan terkumpul banyak sehingga bisa dikatakan mikroplastik ini menjadi vektor pembawa polutan," imbuhnya.

Ukuran mikroplastik yang sama dengan plankton membuat ikan menganggap mikroplastik adalah makanannya sehingga banyak penelitian yang menunjukkan bahwa dalam lambung ikan terkandung Mikroplastik. 

“Ikan yang hidup di perairan seperti sungai bisa mengonsumsi mikroplastik karena ukuran dan bentuknya hampir sama dengan pakan alaminya (organisme kecil). Ketika mikroplastik yang membawa/mengikat polutan berbahaya tidak sengaja masuk ke dalam tubuh ikan, maka polutan tersebut terserap dan berpindah ke tubuh ikan. Lebih parahnya lagi jika ikan ini juga yang kita konsumsi, maka kita secara tidak langsung menabung mikroplastik dan logam berat secara bersamaan di tubuh kita,” ujar Rafika.

Alumni Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini menjelaskan bahwa akumulasi mikroplastik di tubuh dapat menyebabkan potensi berbahaya bagi kesehatan manusia. 

Secara Fisik, konsumsi mikroplastik secara terus menerus akan mengakibatkan terendap dipermukaan jaringan. Hal ini dapat memicu alergi bahkan lebih jauh lagi dapat memicu pembentukan sel kanker akibat kerusakan sel-sel pada tingkat tertentu.

Secara Kimiawi, dapat melepaskan zat-zat kimia dan mentransfernya kedalam sel tubuh. Seperti BPA dan Phthalate yang berpotensi memicu kanker payudara, pubertas dini, diabetes, obesitas dan gangguan autism. 

Senyawa Pengganggu Hormon (EDC) memicu gangguan kehamilan, gangguan tiroid, berat lahir kurang, asma dan kanker prostat. Senyawa Penghambat Nyala memicu penurunan IQ, gangguan hormon dan penurunan kesuburan. Senyawa Perflourinasi memicu kanker ginjal dan testis, menaikkan kolesterol, penurunan respon imun pada anak. 

Secara Biologi, mikroplastik memiliki kemampuan mengikat apa saja disekitarnya termasuk polutan yang kotor sekalipun. 

"Namun ternyata hal ini juga berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme bahkan bakteri pathogen seperti E.coli yang dapat menyebabkan diare, S.typhosa yang dapat menyebabkan tipes dan bakteri pathogen lainnya," papar Rafika. 

"Sehingga bisa disimpulkan, bahwa mikroplastik bisa berpotensi menjadi vector penyebaran penyakit yang dapat menginfeksi tubuh manusia," lanjutnya.

Mikroplastik, kata dia, juga dapat mengganggu kesehatan ikan di perairan, Mikroplastik mengandung Bisphenol A dan ftalat merupakan endocrine disruptor yang memiliki aktifitas androgenik. 

"Senyawa BPA memiliki aktifitas estrogen, sehingga jika masuk kedalam tubuh dapat meniru hormon estrogen," ucapnya.

Senyawa BPA dapat menurunkan kadar hormon testosteron plasma dan testis, LH plasma, dan juga menyebabkan morfologi abnomal seperti penurunan jumlah sel Leydig pada biota jantan. 

Berdasarkan penelitian Carl dari Institute for Genomic tahun 2021, menyebutkan bahwa kedua senyawa tersebut cenderung membuat ikan ataupun makhluk hidup lainnya menjadi feminim. 

Selain itu, senyawa BPA dan ftalat dapat mendasari penyakit diabetes, kardiovaskuler, obesitas hingga gangguan perkembangan fungsi otak, respon imun dan kanker.  

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut