SURABAYA, iNews.id - Ratusan pohon mangrove dan anakan mangrove di kawasan Wonorejo, Rungkut Surabaya mati.
Koordinator Rumah Mangrove Surabaya, Hermawan Some mengatakan, matinya pohon penyanggga tersebut akibat dari penggerukan sungai avour Wonorejo Surabaya.
Ia meneyebut, pohon-pohon mangrove ada yang dibabat (gergaji atau ditebang dengan alat berat) dan ada juga yang ditimbun dengan lumpur.
"Penebangan dengan cara dipotong atau gergaji batangnya dilakukan disisi selatan dermaga perahu Kelompok Petani Tambak Trunodjoyo. Ada belasan pohon Rhizophora mucronata (bakau), Bruguiera gymnorhyza (lindur) dan jenis pohon buta-buta," katanya.
Hermawan mengungkapkan, perusakan terparah mangrove di sungai avour Wonorejo disisi selatan.
Ratusan mangrove jenis Rhizophora mucronate, Rhizophora apiculata dan daruju berusia 2-5 tahun yang tingginya 1-3 meter dicabut dengan alat berat dan ditimbun untuk meninggikan tanggul sungai.
Selain itu, puluhan mangrove jenis Avicenia alba, Alvicenia marina dan buta-buta dibabat dengan alat berat sehingga mati.
"Kondisi ini terjadi seekitar 500 meter," ucapnya.
Untuk sisi utara sungai avour Wonorejo, kata dia, perusakan mangrove terjadi pada dua titik. Hal itu menyebabkan puluhan mangrove jenis Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculate, Avicenia alba dan Avicenia marina mati ditimbun lumpur untuk meninggikan tanggul dua tambak.
"Mengapa hanya dua tambak? diduga untuk ini pemilik tambak membayar sewa alat berat," ujarnya.
"Jadi tidak benar lumpur hasil penggerukan sungai diletakan dititik yang tidak ada mangrove nya," lanjutnya.
Lumpur hasil penggerukan sungai diletakan di tepi sungai (sisi selatan) sepanjang kurang lebih 500 meter. "Ini menyebabkan ratusan mangrove mati karena tertimbun lumpur," kata dia.
Padahal, kata Hermawan, Konsursium Rumah Mangrove melakukan pendampingan di mangrove Wonorejo sejak tahun 2007, dan aktif melakukan penanaman Sungai avour wonorejo sejak tahun 2012.
Penanaman awal dilakukan pada peringatan HUT kota Surabaya tahun 2012 yang melibatkan banyak pihak termasuk Walikota Surabaya.
"Setelah itu kami terus melakukan penanaman yang melibatkan banyak pihak baik siswa sekolah, mahasiswa, komunitas termasuk Bonek Garis Hijau. Catatan kami lebih dari 500.000 mangrove yang sudah ditanam disepanjang sungai avour Wonorejo," jelasnya.
Bahkan titik lokasi penanaman mangrove yang dilakukan mengikuti arah panitia peringatan HUT Kota Surabaya tahun 2012.
"Dan selama ini tidak pernah ada peringatan atau pemberitahuan bahwa kami menanam dilokasi yang salah," ujarnya.
Wawan Some mengaku, sepanjang dirinya melakukan kegiatan di hutan mangrove Wonorejo sejak tahun 2007, lebar sungai avour Wonorejo masih tetap seperti saat ini tidak ada penyempitan sungai.
"Benar kalau terjadi pendangkalan. Sehingga pernyataan normalisasi sungai untuk mengembalikan lebar sungai dari 20 m menjadi 30 m pantut dipertanyakan. Karena tepi sungai yang ditumbuhi mangrove lebarnya hanya 2-3 meter setelah itu langsung berbatasan dengan tambak warga," ungkapnya.
Menurutnya, penanaman mangrove di tepi sungai avour Wonorejo justru menguatkan tepi sungai, sehingga sejak ditanaman mangrove tidak pernah terjadi tanggul jebol atau longsor.
Keberadaan mangrove di sempadan sungai justru mengurangi sedimentasi di sungai karena lumpur yang terbawa air pasang akan mengendap karena terperangkap akar mangrove yang khas.
Dia menegaskan, bahwa hutan mangrove Wonorejo adalah Kawasan konservasi yang ditetapkan alam Perda RTRW Kota Surabaya. Sehingga setiap kegiatan dikawasan ini harus mengutamakan upaya konservasi.
"Kegiatan normalisasi yang sudah berlangsung beberapa hari ini berdampak paa kehidupan satwa liar di Kawasan tersebut," tegasnya.
Selain itu, aktivitas normalisasi sungai bisa berdampak pada burung migran yang rutin mampir di Kawasan tersebut.
Mangrove Wonorejo merupakan Kawasan lindung, yaitu daerah penting bagi burung karena merupakan persinggahan burung migran.
Gelombang yang ditimbulkan oleh alat berat selama kegiatan juga berdampak pada petani tambakd an pencari kepiting bakau.
"Pendapatan mereka berkurang karena kegiatan normalisasi yang dilakukan berhari-hari," imbuh Wawan Some.
Lebih lanjut ia mengatakan, kawasan mangrove Wonorejo adalah Kawasan konservasi yang ditetapkan dalam Perda RTRW Kota Surabaya. Sehingga kegiatan normalisasi sungai yang menyebabkan mangrove mati bisa menjadi preseden buruk upaya perlindungan Lingkungan hidup di kota Surabaya yang dikenal sebagai kota hijau.
Ada beberapa sungai yang masuk dalam Kawasan konservasi pantai timur Surabaya, sehingga untuk mencegah kejadian ini terulang maka kasus di sungai avour wonorejo harus menjadi pelajaran.
"Kami minta agar normalisasi sungai avour Wonorejo maupun sungai di Kawasan konservasi mangrove pantai timur Surabaya lebih memperhatikan aspek lingkungan, baik mangrove maupun satwa di dalamnya," terangnya.
"Pemerintah Surabaya harus bertanggung jawab atas ratusan mangrove yang mati engan cara menanam dan merawatnya hingga tiga tahun ke depan, karena masa kritis mangrove I Wonorejo 2-3 tahun," tandasnya.
Diketahui, Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya melakukan normalisasi saluran air atau pelebaran sungai, dengan mengeruk lumpur di sepanjang sungai kawasan Mangrove Wonorejo. Normalisasi saluran air itu untuk mengembalikan lebar sungai seperti semula.
Editor : Ali Masduki