Industri AMDK, lanjutnya, harus memahami bahwa yang abadi di dunia ini adalah perubahan. Dan saat ini seluruh dunai lakukan pembatasan dalam penggunaan polikarbonat karena mengandung bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan.
"Karena ada batasan penggunaannya, maka Indonesia harus ikut dan tidak bisa menolak. Kita sebagai pengusaha bertanggung kawab atas kesehatan konsumen itu yang juga harus dikedepankan. Kalau harus berubah ya harus berubah untuk menjaga tras konsumen. Karena jika tras tidak ada karen kita tidak bisa memberikan packaging lebih baik, maka pasti industri tidak bagus. Kita harus mengikuti aturan dan aturan dunia, termasuk WHO yang sudah menetapkan batasannya," terang Eko panjang lebar.
Terlebih perubahan ini sebenarnya tidak akan matikan industri AMDK tetapi justru akan memacu kinerjanya karena akan menumbuhkan kepercayaan konsumen bertambah besar.
"Transparansi itu akan meningkatkan konsumen dan permintaan," katanya.
Menurut Eko, harusnya industri mendukung karena penggunaan bahan baku galon BPA Free akan lebih memudahkan mereka sebab bahan baku tidak dari impor dak harganya juga lebih murah.
"Kalau Polikarbonat, bahan dasarnya impor dan harganya juga mahal, sekitar US$ 4 per kg, kalau BPA Free bahan tersedia dalam negeri dan harganya hanya US$ 1 per kg. harusnya itu yang didukung, bukan malah tetap impor. Bahan baku melimpah, ngapain impor. Juga baik dari sisi kesehatan dan lebih kompetitif. Harusnya ini bukan menjadi halangan tetapi menjadi trigger positif bagi industri. Jadi tidak masuk akal kalau industri menginginkan impor, itu tidak benar," ungkapnya.
Editor : Ali Masduki