get app
inews
Aa Text
Read Next : DPLK AXA Mandiri Perkuat Posisi dengan Kerja Sama Baru dan Capaian Signifikan di Usia Kelima

Investasi Emas Amankah ?

Selasa, 03 Januari 2023 | 10:51 WIB
header img
Saat ini salah satu aset paling tidak berisiko ialah emas. Foto: iNewsSurabaya.id/Ali Masduki

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Suku bunga di Amerika (The Fed) yang diikuti dengan kenaikan suku bunga di Indonesia (BI) membuat masyarakat berpikir ulang untuk berinvestasi.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Rossanto Dwi Handoyo menyebut beberapa contoh wadah investasi yang aman untuk menyelamatkan ekonomi makro. 

Salah satunya adalah memegang mata uang asing, saham, properti, emas, dan obligasi (surat hutang). Mengupas hal tersebut, Rossanto menekankan masing-masing investasi harus memahami polanya.

Menurutnya, untuk sekarang lebih baik tidak bermain mata uang asing. Pasalnya, rupiah sedang mengalami depresiasi 7 hingga 8 persen sehingga akan mempengaruhi faktor kurs dollar di pasar valas. 

Pemicunya, investor sedang banyak membeli dollar sehingga menyebabkan rupiah melemah. Begitupun dengan saham, tidak semua saham bagus, tetapi ada yang minus. 

“Jika ada orang luar negeri menanamkan saham di Indonesia tetapi keuntungannya kurang dari 7-8 persen kan artinya rugi, sehingga investor akan mencari alternatif aset lain,” tutur Rossanto.

Tak hanya itu, properti rumah kini lagi lesu karena pembelian tidak bereaksi cepat. Tak ayal, Rossanto menilai kenaikan suku bunga yang agresif juga berpengaruh pada kenaikan harga properti. Oleh sebab itu, untuk saat ini salah satu aset paling tidak berisiko ialah emas. 

“Aset paling aman ya emas, emas itu harganya akan naik serta cepat dikonversikan ke uang. Saat suku bunga naik, harga penjualan emas turun, hal itulah yang mendorong masyarakat mengalihkan kepemilikan asetnya menjadi emas,” kata dia.

Rossanto menambahkan obligasi atau surat hutang juga mendapatkan pengaruh signifikan dari kenaikan suku bunga BI, termasuk obligasi syariah negara atau sukuk negara yang memberikan keuntungan dengan sistem bagi hasil. 

Dalam hal itu, pengaruh kenaikan suku bunga BI akan mengakibatkan bunga deposito (tabungan) naik. Artinya suku bunga pinjaman dan obligasi pun naik, termasuk suku negara imbal hasilnya naik. Terlebih kepercayaan investor terhadap penerbitan obligasi dan sukuk negara masih sangat baik.

“Kalau mempertahankan suku bunga, ya, kemungkinan tidak ada orang yang mau membeli. Meski obligasi di Indonesia termasuk kategori aman, lantaran pemerintah Indonesia selalu tepat dalam membayar hutang pokok maupun bunga,” kata dosen FEB UNAIR itu.

Obligasi pemerintah Indonesia bukan tanpa alasan, sambungnya, langkah pemerintah Indonesia dalam menerbitkan obligasi dan sukuk negara juga mempertimbangkan keadaan pasar dan kebutuhan dana hutang. 

“Pemerintah Amerika hutangnya jauh lebih gede dari Indonesia yakni 120 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah Indonesia pun masih memiliki kredibilitas  sehingga hal tersebut dapat memberikan kepercayaan pada investor,” ujarnya.

Di akhir, Rossanto berharap pemerintah memiliki  kapasitas fiskal untuk memberikan injeksi jaring-jaring  pengaman sosial. 

“Masyarakat pun demikian, dengan merangkaknya harga pangan, sebaiknya mengurangi hal-hal yang sifatnya konsumtif, dan mulai melek investasi,” pungkasnya.
 

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut