SURABAYA, iNews.id - Tahun 2021 akan berakhir beberapa hari lagi. Namun isu lingkungan masih menjadi krisis isu yang menuai perhatian publik hingga penghujung tahun.
Mulai dari perubahan struktur geografis akibat deforestasi, cuaca ekstrem akibat perubahan iklim hingga pencemaran air yang salahsatunya diakibatkan oleh sampah plastik.
Sampah plastik yang hanyut dan mengapung dipermukaan air pada jangka waktu yang lama, akan menyebabkan timbulnya mikroplastik.
Peneliti Senior Ecoton, Eka Chlara Budiarti, menjelaskan Mikroplastik merupakan partikel kecil plastik berukuran 5mm yang umumnya berasal dari pecahan/degradasi plastik ukuran besar.
"Hasil buangan limbah industri dan juga terdapat dalam produk – produk rumah tangga atau yang biasanya disebut microbeads," bebernya.
Selama tahun 2021, ECOTON mengungkapkan temuan-temuan mikroplastik di beberapa perairan baik laut maupun sungai.
Tidak hanya itu, kontaminasi juga ditemukan dalam rantai makanan dan juga pada manusia.
Berikut titik balik rangkuman temuan mikroplastik yang telah diungkap:
Awal tahun : mikroplastik telah mengkontaminasi Perairan Utara dan Timur Jawa Timur.
Ditemukan mikroplastik sebanyak 57 ± 87 partikel/100L pada air dan 1.3 ± 8.2 partikel/ikan pada ikan.
Sedangkan pada perairan timur sebanyak 99 ± 136 partikel/100L yang kemudian mengkontaminasi udang sebanyak 7.5 ± 11 partikel/udang dan sebanyak 7.2 ± 21.6 partikel/kerang .
Kemudian pada bulan maret 2021, Pintu air Tambak Wedi, Surabaya diselimuti oleh busa yang mencemari muara disana.
Selain kadar fosfat yang tinggi juga ditemukan kontaminasi mikroplastik sebanyak 20 partikel/ 100L.
Pertengahan tahun : Kegiatan ekspedisi sungai oleh ECOTON di 4 sungai terbesar di Pulau Jawa yakni Bengawan Solo, Citarum, Ciliwung dan Brantas, ECOTON menemukan beberapa fakta pencemaran mikroplastik yang salah satunya dari limbah cair industri pabrik kertas seperti Pindo Deli 3, PT. RUM, Indah Kiat, Ekamas Fortuna dan Jaya Kertas dengan jumlah sebanyak 63 ± 339 partikel/100L.
Dalam kegiatan penyusuran juga mengidentifikasi sampel air sungai dan ikan untuk menemukan kontaminasi mikroplastik.
Sebanyak 62 ± 198 partikel/100L mikroplastik ditemukan pada sampel air sedangkan pada ikan terkandung mikroplastik 6 ± 120 partikel/ikan.
Melihat temuan mikroplastik yang tersebar di sungai, tentunya partikel ini akan menuju ke laut.
Karena menurut Trihadiningrum (2019), 80% pencemaran di sungai akan bermuara ke laut.
ECOTON berkolaborasi dengan DLH DKI Jakarta pada akhir Agustus 2021 mengidentifikasi awal persebaran mikroplastik hingga ke perairan lepas DKI Jakarta mulai dari muara hingga ke Kepulauan Seribu.
Terdapat sebanyak 79 ± 222 partikel/100L mikroplastik terkandung dalam badan air.
Akhir tahun: Pencemaran mikroplastik tidak hanya berada di Pulau Jawa yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi, namun juga tersebar ke beberapa wilayah di Indonesia.
Maka, ECOTON telah menggagas Relawan Sungai Nusantara untuk bisa mendeteksi pencemaran mikroplastik di sungai luar Pulau Jawa.
Adapun mikroplastik yang berhasil diidentifikasi di wilayah seperti Bangka sebanyak 72 partikel/100L; Lampung 97 partikel/100L; Ternate 82 partikel/100L; NTT 122 partikel/100L dan Pontianak 124 partikel/100L.
"Mengingat banyaknya fakta temuan mikroplastik, hal ini justru menjadi kekhawatiran bagi kehidupan manusia kelak dan akan menjadi bom waktu karena menambah beban pencemaran lingkungan," terang Eka Chlara Budiarti.
Selain itu, mikroplastik juga memiliki potensi-potensi berbahaya yang dibawanya yakni:
1. Mengandung bahan kimia berbahaya pengganggu hormon (zat aditif berbahaya).
Zat aditif berbahaya tersebut diantaranya Bisphenols-A (BPA) yang digunakan sebagai pengeras pada plastik.
Efek negative yang ditimbulkan dapat mempengaruhi perkembangan otak, pemicu kanker, diabetes, dan lain sebagainya.
Phthalate bahan pelentur/elastisitas plastik. Dampak yang diakibatkan bisa mengganggu sistem hormon dalam tubuh manusia seperti menstruasi dini, kualitas dan kuantitas sperma menurun dan juga menopause dini.
2. Mikroplastik menjadi vektor bakteri patogen, seperti E.Coli (penyebab penyakit diare) dan S.Typhi (penyebab penyakit tipes) yang dapat menginfeksi tubuh manusia jika tidak sengaja terkontaminasi.
3. Memiliki ikatan terbuka (Hidrofob) sehingga mudah mengikat senyawa polutan yang ada di perairan.
Pesisir utara Jawa timur diketahui menjadi muara dari polutan logam berat, pestisida, detergen, nitrat, nitrit, phospat yang berasal dari Sungai Brantas dan Bengawan Solo.
Selain itu juga di perairan muara DKI Jakarta diketahui menjadi pencemaran logam berat dan senyawa parasetamol.
Polutan-polutan tersebut akan diikat oleh mikroplastik dan jika tidak sengaja terkontaminasi oleh manusia maka akan diikat dengan molekul-molekul kompleks dalam tubuh.
Maka rekomendasi ECOTON terhadap penanganan mikroplastik yang tersebar di Indonesia pada pemerintah pusat:
- Kewajiban untuk membuat regulasi pengurangan plastik sekali pakai di masing-masing daerah
- Menyediakan sistem pengelolaan sampah yang terpadu seperti TPS3R di setiap desa di Indonesia
- Membuat regulasi baku mutu kontaminasi mikroplastik pada limbah industri
- Penetapan area penangkapan ikan (kawasan eksklusif) untuk meminimalisir kontaminan ikan terhadap mikroplastik
- Regulasi pelarangan saluran rumah tangga yang langsung terbuang ke sungai
- Pembuatan IPAL Komunal yang dilengkapi dengan screening mikroplastik.
Temuan ecoton sepanjang tahun 2021 menunjukkan bahwa mikroplastik mengkontaminasi sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan, Jawa, sulawesi dan NTT.
Selain air sungai, temuan lainnya adalah kandungan mikroplastik di kepulauan seribu, Pantura Jawa dan 25 spesies ikan pantura Jawa termasuk kerang, kupang, udang windu dan teripang.
Ancaman pangan lebih serius lainnya adalah kandungan mikroplastik dalam garam di cirebon, lamongan, gresik dan surabaya.
Untuk itu, Ecoton mendesak agar ada pengendalian mikroplastik dari sumbernya.
"Dengan regulasi yang mengatur baku mutu mikroplastik di air sungai, outlet pabrik kertas dan seafood, tujuannya agar lingkungan kita tidak dibanjiri mikroplastik," pungkas Eka Chlara Budiarti, peneliti senior ecoton.
Editor : Ali Masduki