SIDOARJO, iNewsSurabaya.id – Persoalan hak pilih dalam pemilu serentak 2024 terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) di 39 Lapas/ Rutan se-Jatim terus diperjuangkan Kanwil Kemenkumham Jatim. Untuk memastikan pemenuhan hak tersebut, instansi yang dipimpin Imam Jauhari itu telah melakukan koordinasi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI.
Imam mengungkapkan bahwa Jawa Timur menjadi salah satu daerah dengan hajatan paling besar tahun ini. Tak terkecuali di lapas dan rutannya. Maklum, dari sekitar 27.500 warga binaan, sekitar 23.000 diantaranya merupakan pemilih potensial.
"Angka ini tentunya tergolong sangat besar. Begitu juga potensi konflik yang kemungkinan bisa terjadi," urai Kakanwil Imam Jauhari hari ini (31 / 3).
Tak heran jika aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian, TNI dan jajaran Kanwil Kemenkumham Jatim akan all out mengamankan gelaran pemilu 2024 mendatang.
"Persiapan sudah kami laksanakan sejak awal, jadi kami lebih siap lagi menyiapkan data administratif yang dibutuhkan agar warga binaan tidak kehilangan hak pilihnya," urai Imam.
Pemenuhan data administratif itu diantaranya adalah penerbitan e-KTP bagi warga binaan yang belum punya kartu identitas elektronik. Pemenuhan identitas menjadi hal dasar yang diperlukan agar WBP bisa masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT).
"Kami telah melakukan perekaman e-KTP sejak awal tahun dan saat ini sudah rampung," terang Imam.
Pihaknya, lanjut Imam, juga telah mengajukan daftar pemilih potensial ke KPU. Terdapat beberapa lapas yang memiliki pemilih potensial lebih dari 1.000 orang.
"Ada 6 satker pemasyarakatan yang pemilih potensialnya lebuh dari 1.000 orang. Paling banyak di Lapas Malang dengan pemilih potensialnya mencapai 2.667 orang," terang Imam.
Kemenkumham Jatim menjamin Hak Pilih Warga Binaan dengan menggandeng Komnas HAM RI. Foto iNewsSurabaya/ist
Tidak hanya aparat penegak hukum yang dilibatkan, terbaru Komnas HAM juga digandeng untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pemenuhan hak pilih warga binaan.
"Komnas HAM akan memastikan langsung di lapangan, kami berharap ada rekomendasi yang diperlukan untuk perbaikan sehingga kami lebih siap lagi dalam menghadapi pemilu 2024," terang Imam.
Salah satu satker yang dikunjungi rombongan Komnas HAM adalah Lapas Sidoarjo. Lapas yang terletak di jantung kota delta itu memang punya warga binaan yang cukup besar.
“Kami terus berkoordinasi dengan dispendukcapil dan hasilnya signifikan, kurang lebih 75% warga binaan disini sudah punya NIK, dan sedang kami tingkatkan terus progressnya, sampai hari ini masih terus berjalan,” imbuh Kalapas Sidoarjo Faozul Ansori.
Faozul menegaskan bahwa pihaknya sudah siap menggelar pesta demokrasi tahun 2024 mendatang.
“Dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada tahun depan, kami siap untuk mensukseskannya dengan menciptakan situasi yang aman dan kondusif bagi pemenuhan hak konstitusional warga binaan yang berada di Lapas Sidoarjo ini, kami bakal berusaha semaksimal mungkin memenuhi hak warga binaan untuk turut serta dalam pesta demokrasi tahun depan” pungkas Faozul.
Sementara itu, Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Saurlin P Siagian menegaskan bahwa hak suara setiap warga binaan sangat penting. Untuk itu, dia berterima kasih bisa mendapatkan dukungan dari Kanwil Kemenkumham Jatim. Termasuk dalam pemberian data yang ada.
“Data ini penting untuk menunjang kinerja kami,” ujarnya.
Jawa Timur, lanjut Saurlin, menujukkan potensi yang bagus karena bisa mereduksi potensi suara hilang dari warga binaan. Saat ini, progresnya sudah mencapai 84% warga binaan yang masuk dalam potensi pemilih.
"Tentunya ini jadi hal yang positif, mengingat masih ada waktu untuk memperjuangkan sekitar 16% suara dari warga binaan," tutur Saurlin.
Masalah utamanya, lanjut Saurlin, masih hampir sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Yaitu ada pada identitas yang jarang dimiliki WBP.
Jika pada periode pemilu sebelumnya, WBP hanya perlu menyertakan surat keterangan dari Lapas/ Rutan. Namun, pada pemilu kali ini, WBP harus punya identitas yang jelas.
“Kalau kali ini harus punya NIK, ini memang agak sulit karena tidak semua WBP membawa identitas saat masuk ke lapas/ rutan, tapi saya yakin dengan kolaborasi yang dilakukan lapas, target bisa dicapai,” tutupnya.
Editor : Arif Ardliyanto