get app
inews
Aa Read Next : Begini Cara Taifib Marinir Lintasi Medan Berbahaya

Sangar! Jenderal Kopassus Berjuluk Bima Ini Lumpuhkan Teroris Tak Sampai 3 Menit

Senin, 17 Januari 2022 | 06:30 WIB
header img
Subagyo HS (sumber @SubagyoOK)

SURABAYA, iNews.id – Kabar gawat datang menyergap Jakarta. Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan 206 yang bertolak dari Bandara Talangbetutu, Palembang menuju Polonia, Medan dikuasai kelompok teroris, 28 Maret 1981. Sebuah operasi pembebasan dibentuk, salah satunya melibatkan prajurit Baret Merah berjuluk Bima.

Pesawat DC-9 Woyla itu sebelumnya terbang dari Jakarta pukul 08.00 WIB, transit di Palembang. Kelompok radikal yang menamakan diri Komando Jihad di bawah pimpinan Imran bin Muhammad Zein membajak pesawat itu. Kesemuanya berlima, menyamar sebagai penumpang.

“Pesawat yang seharusnya menuju Bandara Polonia mengubah arah menuju Bandara Bayan Lepas, Penang, Malaysia. Dari Malaysia, pesawat mendarat di Bandara Don Mueang, Thailand, pukul 17.15,” tulis buku ‘Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus’ karya Iwan Santosa dan EA Natanegara, dikutip Minggu (16/1/2021).

Informasi pembajakan cepat sampai di Jakarta. Asintel Hankam Letjen TNI LB Moerdani yang berada di Ambon bersama Menhankam/Pangab Jenderal TNI M Jusuf dan petinggi ABRI lainnya, segera diperintahkan kembali ke Jakarta. 

Di Markas Kopassandha (kini Kopassus), Letkol Sinton Panjaitan diinstruksikan oleh Danjen Mayjen TNI Yogie S Memet untuk bersiap-siap melakukan operasi pembebasan. Gerak cepat dilakukan. Kopassandha membentuk tim khusus untuk menangani peristiwa besar yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Indonesia: pembajakan pesawat.

Bima dari Piyungan

Sintong yang saat itu menjabat Asisten Operasi Kopassandha menjadi pemimpin pasukan. Dia didukung satu tim kecil yang merupakan prajurit-prajurit pilihan. Salah satunya, Subagyo Hadi Siswoyo alias Subagyo HS.

Bagyo, prajurit Baret Merah berjuluk Bima karena tubuhnya yang besar dan kumis lebat itu Subagyo yang baru setahun berpangkat mayor dan bertugas di grup 4 Kopassus berkesempatan turut dalam operasi. Padahal dia sebelumnya hendak pergi ke Jerman.

“Saat itu Komandan Grup 4 Kopassus Kolonel Inf Soeharto Tjukri mengetahui saya akan diikutkan untuk pembelian parasut. Maka saya ditanya apakah akan ke Jerman atau ikut tugas mengatasi pembajakan, saya langsung pilih tugas mengatasi pembajakan,” kata Bagyo dalam buku ‘Subagyo HS: KASAD dari Piyungan’ karya Carmelia Sukmawati Nainggolan.


Tak sampai 3 menit, serbuan dinihari oleh pasukan elit Kopassus menewaskan kelompok teroris komando jihad(Foto : Ilustrasi/Pen Kopassus)

Bagyo merupakan lulusan Akademi Militer 1970. Lulus dari Lembah Tidar, dia berkarier di Korps Baret Merah. Berbagai pendidikan dan penugasan pernah diikuti. Kelak kariernya melesat bukan hanya menjadi Danjen Kopassus, namun juga KSAD.

Kembali soal pembajakan, di tengah waktu mepet pasukan Sintong termasuk Bagyo berlatih keras untuk membebaskan sandera. Mereka juga melakukan simulasi dengan menggunakan pesawat DC-9 yang sama persis dengan dibajak Komando Jihad.

Serbuan Kilat 2 Menit 49 Detik

Dengan berbagai pertimbangan, operasi pembebasan sandera dilakukan dini hari. Kabakin Yoga Sugama yang merupakan lulusan militer Jepang mengistilahkan operasi itu dengan Reimei Kogeki (bedak fajar).

Pada 31 Maret pukul 02.30 waktu setempat, pasukan Sintong mulai mendekati pesawat. Saat subuh, serbuan secepat kilat pun dilakukan. Berkat kemampuan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus), pasukan elite TNI AD yang diterjunkan dalam Operasi Woyla itu hanya membutuhkan kurang dari 3 menit.

"Waktu penyergapan saya dengan aba-aba satu, dua serbu nah itu mulai saya hitung pake stopwatch, bukan jam tangan. Stopwatch-nya spesial perlengkapan dari Amerika. Saya melihat sampai saya laporan itu 2 menit 49 detik," kata Letkol Inf Untung Soeroso, salah satu prajurit Kopassus yang terlibat dalam serangan itu, dalam wawancara dengan Puspen TNI, belum lama ini.


Tak sampai 3 menit, serbuan dinihari oleh pasukan elit Kopassus menewaskan kelompok teroris Komandi Johad.(Foto : Ilustrasi/Pen Kopassus)

Operasi itu berjalan gilang-gemilang.  Namun tragedi menimpa anak prajurit Kopassus, Pelda Achmad Kirang. Saat menyerbu lewat pintu belakang dia tertembak. Begitu pula pilot kapten Herman Rante. Herman sempat dirawat di rumah sakit, namun meninggal dunia. Keduanya dimakamkan di TMP Kalibata.

Keberhasilan operasi ini melambungkan nama Kopassus. Nama mereka harum dan menuai pujian internasional. Di dalam negeri seluruh pasukan yang terlibat dalam pembebasan sandera pesawat Woyla itu menerima penghargaan Bintang Sakti dan kenaikan pangkat luar biasa. Begitu pula Subagyo, Sang Bima dari Piyungan.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut