SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Ivan Kristanto 'dimeja hijaukan' adik kandungnya sendiri, Nadia Kristanto. Sebab, sang adik tak terima brand dan penjualan essentials oilnya dijajakan tanpa izinnya.
Dalam fakta sidang, Nadia juga mengaku merugi dan tak mendapat uang sepeser pun. Meski, mereka sempat tinggal di ruko yang bersandingan dan berbisnis berbarengan.
Nadia menyatakan, kejadian itu berawal di tahun 2016. Saat itu, mereka merintis usaha dengan memproduksi aneka produk kecantikan hingga kopi. Lalu, mereka beri merek dan dipatenkan dengan nama Natuna Essential.
Dalam produk itu, berisikan Essential Oil. Tapi, seiring berjalannya waktu kesepakatan tersebut dinilai tak sesuai .
Nadia merasa kian merugi lantaran tak diberi keuntungan sepeser pun. Bahkan, modal dari hasil penjualan produk dan merek yang diklaim sebagai resep pribadinya.
Nadia kian terkejut ketika mengetahui Ivan memproduksi dan menjual produk yang diklaim sebagai miliknya sendiri. Menurutnya, nama, merek, hingga resep yang digunakan Ivan adalah miliknya.
"Yang jadi masalah yang mulia, kakak ini jual produk saya di toko online di Shopee yang ada BPOM, semua bukti ada (sudah diserahkan penyidik). Dulu sebelum pisah sudah saya ajukan pendaftaran merek atas nama saya, waktu itu masih bentuk CV, produksi di dalam ruko saat itu, jadi belum ada (manajemen perusahaan)," beber Nadia saat menyampaikan keterangannya sebagai saksi di Ruang Sari PN Surabaya, Kamis (3/8/2023).
"Dia (Ivan) menggunakan merek saya, menggunakan nama Natuna Essential, itu produk skin care, biji kopi, dan sabun wajah. Harga produknya mulai Rp 30.000 sampai Rp 300 ribuan. Produk dan brand ini saya buat sejak lama, Natuna Essentials sudah ada izin BPOM, sedangkan milik dia tidak ada. Setelah setengah tahun dari 2020 pertengahan didaftarkan sendiri dengan produk serupa, HAKI juga saya daftarkan di 2018. Persamaan di merk saya, sebagian depannya itu sama, lalu di merk kakak saya tidak ada BPOMnya," imbuh dia.
Nadia menuturkan, resep dan logo produknya itu didapat dengan meracik secara otodidak. Sebab, sambung dia, kerap ditekan oleh Ivan untuk terus berinovasi, termasuk cara memproduksinya.
Setahun kemudian, di 2017 bisnis skincare dan essential oil tersebut mulai 'goyang'. 2 tahun selanjutnya, pada 18 September 2019, Nadia dan Ivan berseteru.
Lalu, Ivan memutuskan untuk meninggalkan Nadia. Namun, wanita yang memiliki 1 buah hati itu mengaku telah menempuh jalur kekeluargaan.
Sayangnya, ia justru terpancing emosi ketika Ivan mengungkapkan bila usaha keduanya tidak ada hitam diatas putih atau perjanjian tertulis. Melainkan, kesepakatan secara pembicaraan saja.
"16 September 2019 saya tanya ivan pas lagi di luar pulau, 'Kamu kok pergi-pergi (rekreasi) terus? Kok gak bilang aku dulu? gak pulang? ngapain aja?'. Lalu dia bilang ngurusin uang perusahaan, untuk aset. Pas saya minta laporan keuangan, kemudian hilang sampai sekarang. Orangtua pernah mendamaikan, saudara-saudara juga, tapi tidak ada ujungnya," paparnya.
"Dulu, sempat saya konsultasi ke DJKI (Dirjen Kekayaan Intelektual), lalu minta pembatalan di PN Surabaya tapi tidak jadi karena dikasih alamat palsu, bukan alamat yang sesuai, jadi suratnya gak sampai," lanjut dia.
Sebelum pergi, Nadia mengungkapkan Ivan sempat merusak pintu ruko, mengambil alat produksi, hingga resep atau formula skincare. Menurut wanita yang memiliki 1 buah hati itu, Ivan merusak ruko tanpa sepengetahuannya.
"Malam itu ruko saya digrenda oleh orang suruhannya Ivan, lalu alat-alat, resep, dan invoice diambil. 2 Tahun saya tidak bisa produksi dan jualan, mulai 2019. Lalu, 2021 saya bangkit lagi, sekarang saya kerjasama dengan teman, punya pabrik sendiri," papar dia.
Namun, pertikaian antar keduanya kian menjadi. Keduanya sempat dimediasi keluarga namun gagal. Akibat emosi, Nadia melaporkan Ivan ke Bareskrim Mabes Polri.
Dalam laporannya, Nadia mengaku merugi. Sebab, tidak pernah dapat hasil kerja sama dan diambil secara sepihak. Bahkan, Nadia tak bisa menjual produk dan brand yang ia diklaim miliknya sendiri.
"Karena mereknya didaftarkan dan dipasarkan oleh kakak saya yang mulia, nama tokonya saja juga masih dipakai pada 2018. Sebelumnya produksi di rumah sepupu saya, lalu setelah kejadian itu dipindah semua," tegasnya.
Sementara itu, suaminya, Paul Sanjaya menyampaikan hal selaras. Ia menyatakan, merk dan produk Natuna Essentials sudah terdaftar dengan nama Nadia di tahun 2017.
"Saat itu terdaftar ada 5 merk, awal Januari 2022 saya baru tahu (merk dan produk Nadia dipalsukan), kita monitoring kegiatannya dan ambil data serta jejak digitalnya. Dari tulisan sudah tahu, lalu dari logo, dan sama-sama menggunakan nama Natuna, dalamnya itu kadang ada merk yang dia punya dan yang dibuat sendiri, tidak selalu sama," ujarnya.
Paul mengaku, harga brand dan produk dari Ivan di pasaran lebih murah. Ia menyebut telah mengetahui hal itu usai mendapat bukti bahwa telah dipalsukan oleh Ivan.
"Akhirnya saya buktikan sendiri, saat itu saya belinya saat bertahap, sebulan beli beberapa kali (untuk pembuktian), lalu akhirnya tahu kalau dia produksi lagi di beda tempat," pungkasnya.
Namun, keterangan pasutri itu dibantah terdakwa Ivan Kristanto dalam sidang. Menurutnya, Nadia yang mengklaim perusahaan dan alat produksi milik perorangan itu tidak tepat. Ia mengklaim, Nadia bekerja di bawah naungan CV Syana Omnia dan mendapat gaji.
"Dia (Nadia) saya gaji, dia sebagai komisaris dan saya Direktur Utama. Untuk nadya, bilang orangtua pernah mendamaikan itu juga salah. padahal yang mendamaikan polisi, bukan orangtua kita," tegasnya.
Lantas, Ivan menepis tudingan Paul perihal produksi dilakukan di tahun 2020. Menurutnya, yang benar adalah di tahun 2022.
Kendati begitu, 'nasi sudah menjadi bubur'. Ivan diamankan dan dijerat Pasal 100 ayat (1) dan atau ayat (2) dan atau Pasal 102 UU Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis dan atau Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020.
"Jadi, LP duluan baru produksi. Sedangkan untuk merek saya punya merek dan sudah terdaftar, ada beberapa kelas, tidak hanya kelas 5 saja," tutup dia di hadapan Sutrisno, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya.
Editor : Ali Masduki