get app
inews
Aa Text
Read Next : Diskusi Dosen Untag Surabaya, Bahas Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme Masuk Kampus

Tahun 2022, Aksi Teroris Lebih Berbahaya di Indonesia

Kamis, 20 Januari 2022 | 18:11 WIB
header img
Perlu ada penanggulangan penanganan teroris supaya masyarakat menjadi terlindungi.

SURABAYA, iNews.id – Aksi terorisme kerap terjadi di Indonesia, mereka tidak bisa dianggap remeh. Perlu ada penanggulangan penanganan teroris supaya masyarakat menjadi terlindungi.

Sejalan dengan hal itu, program studi Doktor Ilmu Hukum (DIH) Angkatan 41 Fakultas Hukum (FH) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mengadakan Focus Group Discussion (FGD) forum 17 sesi ke-4 dengan Tema ‘Penanggulangan Terorisme Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia’.

Kegiatan yang dilakukan secara daring, FGD membahas mengenai perkembangan terorisme hingga penanggulangan terorisme dengan rasa cinta kepada NKRI. Untuk mengetahui secara detail, acara ini menggandeng tiga pemantik diskusi yakni Kurnia Wijaya, S.H., M.H., Dr. Dani Teguh Wibowo, S.H., M.H. dan Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., CLA., CMC.

Menurut Kurnia Wijaya, S.H., M.H., terorisme termasuk kejahatan extraordinary crime yang tidak luput dari pengaruh global dan regional. Kurnia juga saat ini aktif sebagai Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum di Untag Surabaya. Ia membahas perkembangan terorisme baik secara global, regional maupun nasional. Saat ini jaringan terorisme internasional sangat berdampak bagi pelaku di Indonesia. Karakteristiknya ingin merubah ideologi Pancasila menjadi paham tertentu.

“Siapapun yang tidak sepaham dengan mereka, halal darahnya untuk dihabisi,” ujarnya.

Adanya prediksi ancaman jaringan teror di 2022 diperlukan sinergi yang kuat agar terorisme di Indonesia berkurang. “Jangan lengah sedetikpun, mari kita bergandengan tangan, bekerja sama, dan sama-sama bekerja kita harus sepakat bahwa NKRI adalah harga mati” terang Pemantik kelahiran kota Madiun.

Seiring berkembangnya teknologi, tindakan terorisme juga turut bertransformasi. Dr. Dani Teguh Wibowo, S.H., M.H., Pemantik diskusi kedua menjelaskan pelaku terorisme awalnya didominasi oleh laki-laki, saat ini diikuti perempuan, anak-anak, hingga satu keluarga. Indoktrinasi juga semakin masif dilakukan melalui media sosial hingga perkumpulan hobi. “Mereka bisa merakit bom sendiri dan meledakkan sendiri. Pembelian bahannya juga bisa melalui e-commerce” ujarnya.

Sudut pandang berbeda dari pemantik diskusi ke tiga - Dr. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., CLA., CMC., menurutnya penanggulangan terorisme tetap harus memikirkan human rights pelaku, korban, dan saksi secara proposional berdasarkan penghargaan atas harkat dan martabat manusia, rasa aman, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum. “Pelaku ini juga dilihat sebagai korban dari adanya suatu indoktrinasi yang salah,” ujar Kepala Prodi DIH. Dalam perspektif HAM terdapat benturan dua kepentingan antara pelaku dan korban, dengan benturan ini akan melahirkan peran negara untuk mengakomodir hak manusia untuk hidup, berekspresi, berpendapat, ‘memelihara sebuah peradaban’.  Pada kesempatan FGD ini Yovita menyampaikan cintai Indonesia dan jadikan Indonesia bangsa yang beradab.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut