get app
inews
Aa Text
Read Next : Rayakan 70 Tahun Diplomasi Indonesia-Finlandia, Nola Learning Center Gelar Acara JOY of LEARNING

Mewujudkan Masyarakat Inklusif yang Anti-Rasis

Selasa, 24 Oktober 2023 | 07:32 WIB
header img
Sendy Krisna Puspitasari, Mahasiswa Unair Surabaya

SURABAYA,iNewsSurabaya.id - Seorang anak manusia yang lahir di muka bumi ini tidak bisa memilih lahir di mana, kapan dilahirkan, oleh keluarga dengan ras dan etnis yang mana. Semua adalah ketetapan Tuhan: takdir. Tidak ada negoisasi, manusia tinggal menerima. Dengan demikian, tindakan-tindakan penghinaan atau ujaran kebencian berdasarkan ras atau etnis tidak bisa dibenarkan.

Belakangan ini, ujaran kebencian kepada ras dan etnis tertentu menjadi sorotan. Tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku yang justru membuatnya berulang terjadi. Dalam rentang waktu empat bulan terakhir, ada tiga kali peristiwa rasisme di kompetisi sepakbola Liga 1. Ironisnya, salah satu pemain klub Persebaya, Yohanis Kandaimu dua kali jadi korban aksi rasisme.

Kejadian pertama dialami Yohanis Kandaimu dalam laga Persebaya kontra Borneo FC pada awal bulan September lalu. Pada pertandingan itu, Yohanis Kandaimu melakukan gol bunuh diri. Oknum suporter Persebaya, Bonek, kemudian berlaku rasis di media sosial (medsos). Kejadian kedua ketika Persebaya melawan tuan rumah Bali United di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar, Jumat (20/10/2023).

Aksi rasisme pertama selesai setelah pelaku meminta maaf secara langsung kepada Yohanis Kandaimu dan tidak berlanjut ke proses hukum. Sementara, saat Kandaimu mendapat teriakan rasis dari oknum suporter di Stadion I Wayan Dipta, pihak klub Persebaya sempat protes kepada match commissioner. Tapi, laga tetap dilanjutkan. Oknum suporter itu juga sempat diamankan oleh pihak ofisial Persebaya dan diserahkan kepada pihak kepolisian. Sayangnya, oknum itu kemudian dibebaskan (Jawa Pos, 21/10/2023).

Sebelum dua peristiwa itu terjadi, pada bulan Juli lalu, tiga pemain klub PSM Makassar yakni Yuran Fernandes, Yance Sayuri, dan Erwin Gutawa, menjadi korban ejekan rasis di medsos usai pertandingan melawan klub Persija. Ketika itu, Ketua Umum PSSI Erick Thohir mengisyaratkan bakal menghentikan kompetisi Liga 1 sebagai buntut dari rasisme kepada pemain PSM Makassar seperti yang diusulkan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia.

Rentetan peristiwa rasisme berdasarkan warna kulit dan bentuk fisik kepada pesepakbola dari wilayah Indonesia Timur itu berdampak negatif terhadap inklusi ras. Apalagi, di luar dunia sepak bola, beberapa kali terjadi rasisme dan diskriminasi kepada masyarakat Papua. Dan itu dialami mereka di negaranya sendiri yang kondisi masyarakatnya heterogen dengan berbagai agama, suku, budaya, ras dan etnis.
Beradasarkan hasil riset Radius Setiyawan, mahasiswa Doktoral Ilmu Sosial FISIP Unair, aksi rasis dan diskrimasi terhadap warga Papua ini sudah tertanam di dalam diri anak-anak Indonesia sejak dini lewat konstruksi yang disuguhkan melalui media populer, seperti film, tayangan televisi dan buku teks sekolah (https://theconversation.com/).

Pembiaran terhadap aksi-aski rasialisme tidak boleh dilakukan, sebab Indonesia memunyai sejarah panjang terhadap kerusuhan rasial. Konflik ini tidak hanya merugikan kelompok masyarakat yang bertikai, melainkan juga kepada kelompok-kelompok masyarakat secara keseluruhan dan negara. Keberadaan Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis diharapkan mampu menjerat dan memberikan efek jera kepada pelaku rasisme.

Dalam pasal 16 dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). UU ini harusnya menjadi pelindung, pemberi kepastian, dan kesamaan kedudukan untuk tidak terbelunggu dari dikriminasi ras dan etnis.

Masyarakat Inklusif
Chris Barker (2000) menjelaskan, konsep ras memiliki jejak asal dari wacana biologi Darwinisme sosial yang menekankan “garis keturunan” dan “tipe orang”. Di sini ras mengacu pada ciri-ciri biologis dan fisik, salah satu yang paling jelas adalah warna kulit. Ciri-ciri yang sering dikaitkan dengan “kecerdasan” dan “kemampuan” ini untuk memeringkat berbagai kelompok “ras” dalam suatu jenjang sosial dan superioritas maupun subordinasi material. Ini merupakan akar rasisme. 

Dari keterangan itu sangat jelas, bahwa rasisme merupakan konstruksi sosial dan bukan kategori yang universal maupun esensial dalam biologi maupun budaya. Rasisme justru menimbulkan keresahan, perpecahan serta kekerasan fisik, mental, dan sosial serta merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan merendahkan martabat manusia. Gagasan tentang pluralisme harus dibicarakan terus-menerus karena rasisme merupakan problem besar yang menjadi “bom waktu” di Indonesia.

Pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya pluralisme dan penghargaan kepada harkat martabat manusia merupakan amanat konstitusional, yang tersurat di dalam Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta UUD 1945 sebagai hukum dasar. Peran keluarga, masyarakat, dan pendidikan nasional sangat penting untuk memutus cara pandang dan tindakan diskriminatif dan rasis.

Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Hubungan masyarakat yang tidak seimbang, baik dalam hubungan sosial, ekonomi, maupun kekuasaan, akan sulit membentuk masyarakat inklusif. Menurut M. Ghufran H. Kordi K., ada dua hal yang harus dilakukan bersamaan untuk membentuk masyarakat inklusif. Pertama, membuka akses dan ruang partisipasi untuk kelompok marjinal, miskin, minoritas, dan rentan. Kedua, mengubah persepsi kelompok-kelompok sosial yang berkuasa untuk menerima dan menyediakan ruang interaksi secara terbuka (BaKTINews Edisi 199).

Oleh sebab itu, kehidupan yang inklusif, tanpa diskriminasi dan ejekan rasial, dapat diwujudkan oleh individu dan kelompok yang mau berbagi kehidupan dan ruang untuk semua manusia. Negara harus hadir dan memastikan setiap warga negara memunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai manusia. 

Penulis : 
Sendy Krisna Puspitasari
Mahasiswa Program Sekolah Pascasarjana, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Universitas Airlangga

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut