RAJA AMPAT, iNews.id - Siapa tidak kenal Raja Ampat. Salah satu kabupaten di provinsi Papua Barat yang disanjung sebagai surga kecil di Indonesia timur.
Selain menawarkan kesejukan alami khas hutan-hutan tropis yang hijau, suara burung-burung camar menyeruak indah seakan bernyanyi dan mensyukuri pemandangan menakjubkan. Dari dalam air pun berkeriapan berbagai ikan berwarna cantik menghiasi karang-karang hidup yang menari gemulai.
BACA JUGA:
Serunya Emak-Emak Mancing Ikan di Dermaga Kampung Manyaifun
Disisi lain, akibat kurangnya pemahaman akan pentingnya menjaga kekayaan bawah laut terutama terumbu karang, beberapa tahun lalu masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan itu, tanpa sadar menggunakan cara-cara yang kurang bijak dalam menangkap ikan.
Untuk mendapatkan ikan, sebagian nelayan menggunakan cara praktis. Yakni dengan menggunakan bahan peledak yang dikenal dengan bom ikan. Akibatnya, kerusakan sumberdaya dan lingkungan di laut khususnya ekosisem terumbu karang tidak dapat dihindari.
Hal itu diakui oleh Plt. Kampung Mutus Baru, Syoris Sauyai. Kata dia, dulu masyarakat kerap memakai kompresaor hingga potasium saat mencari ikan. Namun berkat perjuangan panjang para pegiat lingkungan yang datang, maka lambat laun para nelayan sudah meninggalkan kebiasaan yang bisa merusak lingkungan tersebut.
BACA JUGA:
PILI Ajak Masyarakat Adat di SAP Raja Ampat Lestarikan Laut
"Teman- teman di Cormap itu, mereka sangat kerja keras sesuai dengan program Cormap. Bagaimana merubah kampung ini dari yang tidak bisa menjadi ada. Termasuk bagaimana merubah cara tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan," ujarnya.
Bak menebus dosa, para nelayan pesisisir Kampung Mutus gegap gempita, bergotong royong, menata kembali halaman rumah dengan membuat kebun-kebun demi keberlangsungan hidup.
Sebagaimana diketetahui, secara ekologi, ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai penyangga bagi kehidupan biota pesisir dan lautan. Terumbu karang merupakan lingkungan yang sangat kaya akan keanekaragman hayati. Selain itu juga sebagai pelindung pantai dari abrasi akibat terpaan arus, angin, dan gelombang.
Terumbu karang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang pangan. Seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning, batu karang, pariwisata, wisata bahari melihat keindahan bentuk dan warnanya.
Suasana gotong royong dalam membangun kembali halaman rumah itu bisa dilihat di Kampung Mutus. Bagi masyarakat pesisir, laut adalah halaman rumah.
"Kapal laju amat laju, ular lari lurus," begitu yel-yel penyemangat masyarakat Kampung Mutus memulai aktifitas bersama.
Diringin canda tawa dan raut wajah penuh gairah, masyarakat adat di Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat, Papua Barat itu memungut satu per satu batu-batu karang mati yang berserakan didasar laut.
Sungguh atraksi yang menakjubkan. Hanya berbekal kacamata selam, mereka mampu beraktifitas dikedalaman sekitar 5 meter. Mereka menyelinap disela-sela terumbu karang, mencari batu yang tercecer.
Batu-batu karang mereka kumpulkan dititik yang sudah disepakati. Alhasil, hanya dalam waktu kurang dari 3 jam, batu-batu karang itu sudah menjadi kebun karang yang indah.
Salah satu Warga Mutus, Efrai Mayor, yakin kebun karang yang dibangun ini memberikan manfaat pada masyarakat, utamanya bagi generasi mendatang.
Ia mengakui, sebelumnya masyarakat nelayan tidak menyadari bahwa ada karang-karang indah di laut yang ternyata berdampak baik bagi keberlangsungan kehidupan. Baik untuk ekosistem laut maupun manusia yang tinggal di kepulauan.
"Kebun karang ini tidak untuk hari ini saja. Kebun ini berlaku seumur hidup. Kita punya anak cucu yang hidup di pulau ini," tuturnya.
Berawal dari dua kebun karang yang sudah dibuat, Efrai dan kelompoknya yang sudah mendapatkan pelatihan dari tim Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Green Network, berkomitmen bakal mengembangkan dan memperbanyak kebun karang dilingkungannya.
"Kami sangat berterimakasih atas pelatihan yang diberikan oleh PILI. Kami yakin hal ini akan sangat bermanfaat kedepannya bagi masyarakat Mutus sendiri," kata dia.
"Dulu kami tidak tahu, jika di laut ada karang atau tidak. Setelah tim datang, dan kami orang buat kebun karang. Lewat pelatihan ini kami bisa tahu," imbuhnya.
Juswono Budisetiawan, salah satu pemateri Kebun Karang dari PILI mengungkapkan, bahwa kebun karang yang dibuat oleh masyarakat Mutus ini sama dengan kebun-kebun karang pada umumnya.
Hanya saja, untuk kebun karang di Mutus ini lebih memanfaatkan apa yang ada di kampung Mutus. Sehingga masyarakat bisa dengan mudah membuatnya sendiri. Nantinya, kebun karang diharapkan ditumbuhi terumbu karang dan menjadi rumah ikan.
"Secara prinsip, kebun ini sangat sederhana. Yakni berupa tumpukan batu, atau membuat reef buatan. Daripada batu-batu karang mati itu berserakan, maka kita kumpulkan. Sehingga berfungsi sebagai habitat yang lebih bermanfaat. Yaitu sebagai tempat berlindung ikan dan anak-anak ikan," terangnya disela-sela pelatihan.
BACA JUGA:
Menakjubkan, Ini Foto-Foto Masyarakat Mutus Raja Ampat Saat Membuat Kebun Karang di Dasar Laut
Sementara itu, lanjut Yuswono, karang patah yang masih hidup dan ditumpuk diatasnya diharapkan akan memicu perkembangan biota yang ada dikembun karang itu sendiri.
Menurut Juswono, meskipun masyarakat Kampung Mutus berada jauh dari pusat keramaian, mereka tidak menentang terhadap sesuatu yang baru. Masyarakat begitu antusias menerima ilmu-ilmu baru. Hal itu, kata Yus, menjadi bekal bagi mereka untuk mengembangkan wilayahnya.
"Saya yakin, terkait kebun karang mereka sudah sangat paham. Meski begitu, mereka tidak meremehkan. itu menurut saya hal yang sangat baik. Sehingga ketika kita bicara soal kebun karang langsung terjadi dan berjalan lancar," ucapnya.
PILI berharap, kebun karang menjadi kebanggaan masyarakat Kampung Mutus dan menjadi kontribusin masyarakat Mutus dalam konservasi dan pemulihan ekosistem diwilayahnya.
"Dalam setahun karang sudah bisa menghasilkan. Karang sudah mulai tumbuh, kima sudah mulai memiliki anak. Bahkan kemarin saja kebun yang kita bangun sudah ada penghuninya. Ada ikan kecil yang sok punya teritori," ungkap Yus.
Sementara itu Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP) BKKPN Kupang Satker Raja Ampat, Azhar Muttaqin, menambahkan bahwa metode yang digunakan untuk membuat kebun karang ini merupakan metode yang baru dilakukan di SAP Raja Ampat.
Selain ramah lingkungan, metode ini minim biaya. Sehingga masyarakat bisa melakukan rehabilitasi terumbu karang. Alat-alat yang digunakan juga cukup mudah. Hanya dengan mengenakan masker, mereka dapat mengumpulkan karang-karang yang sudah mati dan menambahkan patahan karang-karang yang ada disekitar. Sehingga tidak membutuhkan biaya yang besar.
"Yang paling membuat saya bangga, bahwa masyarakat mulai sadar akan pentingnya ekosistem terumbu karang. Sehingga masyarakat melakukan kegiatan inipun karena kebutuhan mereka sendiri. Bukan karena adanya program ataupun bantuan. Semoga bisa terus berkelanjutan," tukasnya.
Ia berharap, pembuatan kebun karang ini bisa beedampak baik bagi ekosistem terumbu karang dan bisa ditularkan ke kampung-kampung lainnya yang ada di kawasan SAP Perairan Raja Ampat.
Diberitakan sebelumnya, Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Green Network, salah satu lembaga swadaya masyarakat berorientasi pada konservasi alam dan lingkungan, mengajak masyarakat pesisir di Raja Ampat, Papua Barat, untuk terus menjaga dan melestarikan kearifan lokal demi keberlangsungan hidup mereka.
Program Manager Yayasan PILI, Evi Indraswati, menuturkan Yayasan PILI Green Network terpilih sebagai pelaksana kegiatan Paket 6 proyek The Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) - Bappennas dukungan World Bank. Kegiatan paket 6 ini memberikan kontribusi pada sub komponen penataan sumber daya pesisir pada masyarakat.
BACA JUGA:
Bagai Kampung Mati, Begini Kondisi Guest House Pulau Yefkabu Raja Ampat
Kegiatan paket 6 memiliki judul kegiatan “Berangkat dari Adat: Penguatan Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) di Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu - Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Raja Ampat - Provinsi Papua Barat.
Editor : Ali Masduki